Zulinto Banyak Jawab Tak Tahu, Dapat Dipidana Beri Keterangan Palsu

SIDANG KORUPSI DAK
SIDANG KORUPSI DAK- Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Palembang Ahmad Zulinto saat menghadiri sidang kasus korupsi DAK di PN Kelas I A Palembang, Kamis (25/2).  tampak dua kepala sekolah saat menjadi saksi dipersidangan. FOTO FERDINAND/KORANSN

tampak dua kepala sekolah saat menjadi saksi dipersidangan

Palembang, KoranSN

Majelis hakim persidangan Pengadilan Negeri (PN) Kelas I A Palembang Junaidah SH MH, Kamis (25/2/2016) menegaskan, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Palembang Ahmad Zulinto dapat dikenakan pidana keterangan palsu dengan ancaman 7 tahun penjara.

Hal itu ditegaskan hakim dalam persidangan lantaran Ahmad Zulinto, yang merupakan atasan terdakwa Hasanuddin (mantan Kepala Bidang Perencanaan Pembangunan dan Subsidi) dan terdakwa Rahmat Purnama (mantan Kepala Seksi Bangunan Gedung dan Perabotan) Disdikpora Palembang ini terus menyatakan tidak tahu saat hakim mencecar Ahmad Zulinto, terkait dugaan pemotongan 10 persen anggaran dalam kasus dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Anggaran Rehab Sekolah Tahun 2012-2013.

“Anda (Ahmad Zulinto) selaku Kepala Disdikpora Palembang merupakan atasan terdakwa Hasanuddin dan Rahmat Purnama. Saudara selalu menjawab tidak tahu, padahal kami menilai selaku atasan dan pengguna anggaran dalam kasus dugaan ini, pastilah anda mengetahui adanya dugaan pemotongan anggaran tersebut. Oleh kerena itu, saudara dapat dikenakan pidana keterangan palsu di persidangan dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara, karena anda selalu mengatakan tidak tahu terkait dugaan pemotongan 10 persen anggaran DAK ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) tolong catat perkataan saya ini,” tegas Junaidah SH MH di persidangan sembari memerintahkan JPU.

Hakim terlihat kesal dan geram karena dalam kesaksiannya Ahmad Zulinto menjawab pertanyaan hakim dengan kata-kata tidak tahu.

Dikatakan Ahmad Zulinto, di tahun 2013 dirinya baru menjabat sebagai Kadisdikpora Palembang. Dari itulah ia mengaku tidak mengetahui secara persis terkait kasus dugaan ini.

“Anggaran DAK yang diterima kepala sekolah turun dari pemerintah pusat ditahun 2012 sekitar Rp 6 miliar lebih, sedangkan di tahun 2013 sebesar Rp 28.328.156.000. Memang pengajuan anggaran DAK itu selain diajukan tahun 2012, juga ada diajukan pada 2013 tapi untuk pencairan dan pelaksanaannya semuanya dilakukan di tahun 2013. Kalau untuk pemotongan 10 persen, saya tidak tahu bahkan kedua terdakwa tidak pernah memberitahu dan melaporkan kepada saya. Jadi untuk pemotongan anggaran itu bukanlah perintah dari saya,” katanya.

Selain itu, lanjut Ahmad Zulinto, dirinya juga tidak memerintahkan kedua terdakwa membentuk koordinator untuk menarik uang dari 60 kepala sekolah yang menerima angaran DAK rehap sekolah.

“Saya benar tidak tahu soal kasus dugaan ini. Saya baru mengetahuinya, saat diperiksa jaksa serta ketika kantor Disdikpora digeledah jaksa, beberapa waktu lalu,” ungkapnya.

Kemudian hakim mengajukan pertanyaan terkait tugas dan tanggungjawab Ahmad Zulinto sebagai kepala dinas dalam proses pengajuan serta pencairan DAK Rehab Sekolah Tahun 2012-2013, yang diterima oleh setiap kepala sekolah.

Baca Juga :   Polisi Kembangkan Penyelidikan Temuan Ladang Ganja

Dijawab Ahmad Zulinto, jika dirinya hanya bertugas memonitor, mengawasi, serta menyampaikan kepada para kepala sekolah yang menerima DAK agar anggaran yang diterima dapat digunakan secara baik tanpa ada penyimpangan.

Saat hakim menyinggung bukankah selaku kepala dinas Ahmad Zulinto merupakan pengguna anggaran? Zulinto menjawab, memang dirinya pengguna anggaran namun untuk Kuasa Pengguna Anggran (KPA) adalah terdakwa Hasanudin.

“Bahkan yang membuat Surat Perintah Membayar (SPM) adalah terdakwa Hasanudin yang merupakan KPA. Jadi saya tidak tahu secara teknisnya, apalagi soal dugaan pemotongan DAK itu,” jawab Zulinto.

Mendengar jawaban Ahmad Zulinto, mejelis hakim Junaidah mengungkapkan, bukankan SPM yang diterbitkan harus diketahui dan ditandatangani oleh pengguna anggaran yakni kepala dinas.

“Saudara Zulinto anda selalu menjawab tidak tahu, padahal saudara kan atasan bahkan sekantor dengan kedua terdakwa. Mana mungkinlah kedua terdakwa memotong anggaran DAK tanpa diketahui dan diperintah oleh atasannya. Jawaban anda selalu tidak tahu, jangan-jangan, kalau ada macan di kantor saudara anda juga tidak tahu,” ujar hakim.

Melihat pengakuan Ahmad Zulinto yang selalu mengatakan tidak tahu membuat hakim membacakan daftar yang diduga penerima uang dari duggan pemotongan uang DAK. Daftar tersebut terungkap berdasarkan pengakuan dari terdakwa Rahmat Purnama.

“Saya bacakan ini untuk mengingatkan saudara dimana ada sejumlah orang yang menerima uang dari hasil pemotongan DAK. Bahkan dari keterangan terdakwa Rahmat Purnama, jika daftar dugaan penerima uang dari pemotongan DAK ini diduga dibuat dan dirivisi nominalnya atas permintaan saudara selaku kepala dinas. Jadi, daftar ini merupakan bukti persidangan,” ungkap hakim.

Mendengar daftar yang dibacakan hakim, Ahmad Zulinto mengaku kalau itu tidaklah benar. “Yang mulia majelis hakim itu tidak benar, saya tidak pernah memerintahkan terdakwa membuat daftar itu. Bahkan saya tidak menerima uang dari dugaan pemotongan anggaran DAK yang diduga dilakukan kedua terdakwa,” tutupnya.

Dengan dibacakan daftar tersebut dimuka persidangan membuat Saifuddin Zuhri SH MH yang juga majelis hakim memerintahkan JPU untuk menindaklanjuti daftar tersebut.

“Daftar ini merupakan barang bukti dan fakta persidangan, JPU lakukan penyidikan terkait ini. Karena saya menilai dalam kasus dugaan ini sistematik dimana diawali dengan sosialisasi para kepala sekolah, penunjukan koordinator, membuat daftar yang diduga menerima uang yang dipotong hingga dilakukan pemotongan 10 persen uang dari DAK yang diterima oleh 60 kepala sekolah di Palembang,” ungkapnya.

Baca Juga :   KPU Jamin Hak Pilih Pemilih Suspect-Positif COVID

Usai mendengar keterangan saksi Ketua Majelis Hakim Kamaluddin SH MH menanyakan kepada terdakwa Hasanuddin dan Rahmat Purnama apakah kedua terdakwa ada yang mau disampaikan terkait kesaksian Ahmad Zulinto.

Dari kedua terdakwa hanya Hasanuddin yang menambahkan keterangan. Menurut Hasanuddin untuk pencairan anggaran DAK memang harus ada SPM, yang selanjutnya diajukan ke kas daerah.

“Kalau SPM memang saya yang membuatnya. Tapi setelah itu, SPM saya ajukan kepada kepala dinas untuk ditandatangani. Jadi sebelum anggaran DAK cair dan diterima oleh kepala sekolah, SPM itu ditandatandangi terlebih dahulu oleh kepala dinas,” jelasnya.

Sementara saksi lainya yang kemarin dihadirkan dalam persidangan yakni, ‘SRH’ kepala sekolah SMP dan ‘LS’ yang merupakan kepala sekolah SD.

Di persidangan keduanya mengaku menerima DAK rehab sekolah. Dimana untuk ‘SRH’ menerima  Rp 397 juta, sedangkan ‘LS’ menerima Rp 450 juta. Setelah uang tersebut cair, keduanya menyerhakan uang 10 persen dari DAK yang diterima kepada  terdakwa Rahmat Purnama serta kepada dua koordinator yang mengumpulkan uang potongan DAK yakni; ‘BR’ dan ‘DM’.

“Kami menyerahkan uang dari potongan 10 persen DAK tersebut takut jika tahun berikutnya sekolah kami tidak kembali menerima DAK tersebut. Selain itu, kami takut dipecat dari jabatan kepala sekolah. Memang sebelum menerima uang DAK itu kami dan kepala sekolah lainnya diundang kedua terdakwa di salahsatu SD di Palembang. Dalam sosilisasi itu hadir Kepala Dinas dan kedua terdakwa, setelah acara selesai kami pulah. Tak lama dari itulah kami dihubungi koordinator agar menyerahkan uang 10 persen dari DAK yang kami terima,” tutupnya.

Setelah mendengarkan keterangan saksi Ketua Majelis Hakim menunda persidangan hingga minggu depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi lainnya untuk terdakwa  Hasanuddin dan Rahmat.

Sementara usai persidangan Ketua JPU Nauli Rahim Siregar yang merupakan mantan Kasi Pidsus Kejari Palembang mengungkapkan, jika daftar dugaan penerima uang DAK yang dibacakan hakim di persidangan tidak kuat untuk dijadikan barang bukti, karena harus dilengkapi bukti lainnya.

“Daftar itu kan bisa saja dibuat-buat, apalagi dalam persidangan daftar itu dibantah Ahmad Zulinto. Jadi tidak bisa dijadikan barang bukti,” ujarnya.

Disinggung terkait hakim memerintahkan agar JPU melakukan penyidikan karena daftar tersebut merupakan barang bukti dan fakta persidangan? Nauli kembali mengatakan jika daftar tersebut bisa saja dibuat-buat.  “Itukan kata hakim tapi saksi Zulinto kan membantahnya,” tandasnya singkat. (ded)





Publisher : Fitriyanti

Lihat Juga

Para Saksi Dugaan Korupsi Pajak Beberapa Perusahaan Tetap Dipanggil Kejati Sumsel

Palembang, KoranSN Kasi Penkum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari SH MH, Rabu (6/12/2023) menegaskan, …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!