

Palembang, KoranSN
Bupati Muba non aktif Pahri Azhari dan isteri Lucianty, terdakwa dugaan kasus suap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) kepala daerah Muba tahun 2014 dan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Muba tahun 2015, Kamis (3/3/2016) terancam hukuman pidana 5 tahun penjara.
Hal itu terungkap setelah tim Jaksa
Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diketuai Irene Putri SH MH membacakan dakwaan kedua terdakwa di persidangan Tipikor Kelas I Palembang.
Dalam dakwaannya JPU menjerat kedua terdakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf (a) atau Pasal 5 ayat (1) huruf (b) atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Dimana ancaman pidana untuk terdakwa Pahri dan Lucianty yakni, 5 tahun kurungan penjara,” tegas JPU KPK Irene Putri.
Pantauan di lapangan, persidangan kedua terdakwa mendapat pengawalan ketat dari aparat kepolisian. Bahkan terlihat sejumlah petugas kepolisian mengenakan rompi peluru dan bersenjata laras panjang.
Saat memasuki ruang sidang terdakwa Pahri Azhari dan Lucianty terlihat mengenakan rompi KPK berwarna oranye. Kemudian keduanya melepaskan rompi tersebut ketika duduk di kursi pesakitan. Selama mendengarkan dakwaan yang dibacakan JPU, Pahri terlihat menyimak sembari membaca berkas dakwaan JPU yang dipegang di tangannya. Sedangkan terdakwa Lucianty yang duduk di sebelah suaminya ini terus menduduk.
Jalannya persidangan disaksikan oleh putri kedua terdakwa, keluarga, kerabat serta kolega terdakwa yang duduk di kursi belakang ruang sidang.
Usai persidangan pihak keluarga terdakwa secara bergantian langsung memeluk dan mencium pipi Pahri dan Lucianty yang hendak keluar dari ruangan sidang.
Sejumlah keluarga terdakwa terlihat menangis, hingga membuat Lucianty meneteskan air matanya. Berbeda dengan Pahri, Bupati Muba non aktif ini terlihat tegar dan terus melangkah ke luar ruang sidang.
Lalu, keduanya menuju ruang tunggu di PN Palembang kemudian dibawa petugas kembali ke Rutan Pakjo dan Rutan Wanita Palembang.
Sementara dalam dakwaan persidangan, JPU KPK Irene Putri mengatakan, dugaan kasus suap yang menjerat kedua terdakwa ini berawal saat Pahri Azhari selaku Bupati Muba saat itu mengajukan persetujuan LKPJ dan pengesahan APBD kepada DPRD Muba. Menindaklajuti pengajuan dari Pahri Azhari, pada awal bulan Januari 2015 empat pimpinan DPRD Muba ketika itu, Riamon Iskandar, Darwin AH, Islan Hanura, Aidil Fitri (empat tersangka berkas perkara terpisah) melakukan rapat internal dengan delapan ketua fraksi di DPRD Muba.
“Dalam rapat internal ini terjadi kesepakatan agar LKPJ dan APBD Muba disetujui maka DPRD Muba meminta uang Rp 20 miliar yang merupakan 1 persen dari belanja modal RAPBD Pemkab Muba tahun 2015. Bahkan hasil rapat internal itu juga menunjuk Bambang Kariyanto (terpidana) menjadi koordinator untuk menyampaikan permintaan uang kepada terdakwa Pahri Azhari dan Lucianty,” ungkapnya.
Dilanjutkan JPU, berdasarkan hasil rapat internal tersebut, kemudian Bambang Kariyanto menyampaikan permintaan uang tersebut kepada Kepala DPPKAD Muba saat itu Syamsyudin Fei (terpidana) dan Kepala Bappeda Muba Faisyar (terpidana). Setelah permintaan uang disampaikan, lalu Bambang Kariyanto ditemukan kepada terdakwa Pahri Azhari dan Lucianty di rumah terdakwa di Palembang.
“Saat bertemu inilah terdakwa Lucianty menawar pemintaan uang tersebut dari Rp 20 miliar menjadi Rp 13,5 miliar. Karena Bambang tidak dapat memberikan keputusan maka permintaan itu disampaikan Bambang kepada pimpinan DPRD Muba. Hasilnya, terjadi kesepakatan uang komitmen persetujuan LKPJ dan APBD Muba menjadi Rp 17,5 miliar,” ungkap Jaksa.
Kemudian awal Februari 2015, lanut JPU, kedua terdakwa kembali melakukan pertemuan dengan Bambang Kariyanto di padepokan Sekayu. Dalam pertemuan itu Bambang Kariyanto menyampaikan jika DPRD Muba akan mengesahkan APBD Muba tahun 2015 dengan syarat kedua terdakwa menyerahkan down payment (DP) atau uang muka dari jumlah uang kosisten Rp 17,5 miliar.
“Melalui Syamsyudin Fei dan Faisyar uang DP tersebut diberikan kedua terdakwa kepada Bambang dengan nominal Rp 2.650.000.000. Setelah uang diterima, kemudian Bambang bersama saksi Iwan (mantan sopir Bambang) membagikan uang tersebut kepada 45 anggota DPRD Muba dengan rincian: 33 anggota DPRD masing-masing menerima Rp 50 juta, 8 Ketua Fraksi masing-masing menerima Rp 75 juta, dan 4 unsur pimpinan DPRD Muba masing-masing menerima Rp 100 juta. Setelah uang dibagi-bagikan, barulah DPRD Muba melakukan pembahasan untuk persetujuan APBD Muba tahun 2015,” terangnya.
Lebih jauh ditambahkan JPU, namun setelah APBD dibahas dan disetujui, pimpinan DPRD Muba kembali meminta uang Rp 400 juta kepada terdakwa pada saat akan dilakukan penandatanganan berita acara persetujuan APBD.
“Permintaan itu disampaikan pimpinan DPRD melalui wakil ketua, Islan Hanura (tersangka berkas terpisah) yang disampaikan kepada Bambang. Kemudian, Bambang menyampaikannya kepada Syamsyudin Fei lalu disampaikan kepada terdakwa Lucianty. Setelah disampaikan ternyata Lucianty hanya memberikan uang Rp 200 juta dari permintaan Rp 400 juta, lalu uang itu diserahkan Bambang kepada empat pimpinan DPRD Muba dimana masing-masing pimpinan DPRD Muba menerima bagian Rp 50 juta. Setelah uang itu diterima, barulah APBD Muba tahun 2015 resmi disetujui DPRD Muba,” jelasnya.
Namun pada saat akan dilakukan rapat LKPJ, rapat tidak pernah qorum. Hal ini dikarenakan DPRD Muba menagih uang sisa dari total Rp 17,5 miliar, yang belum diserahkan kedua terdakwa.
“Dari itu Bambang kembali menyampaikan permintaan sisa uang ini kepada kedua terdakwa. Bahkan saat itu Bambang menyampaikan jika uang tak diberikan maka anggota DPRD Muba akan mengeluarkan hak interplasi. Menanggapi hal ini, Pahri langsung memanggil Kepala Dinas PU BM dan Kepala Dinas PU CK agar memberikan sejumlah uang kepada Syamsudin Fei untuk diserahkan kepada DPRD Muba. Selain itu sejumlah SKPD lainnya seperti Disdikpora, Sat Pol PP, Dinas Kesehatan, Sekretariat Dewan, Dinas Pertanian juga menyerahkan sejumlah uang kepada Faisyar (terpidana). Dari sejumlah SKPD di Pemkab Muba ini terkumpul uang suap tahap kedua sebesar Rp 2.560.000.000 (barang bukti OTT KPK),” ujarnya.
Pada Jumat 19 Juni 2015 pukul 21.00 WIB, uang tersebut kemudian diserahkan Syamsudin Fei dan Faisyar ke rumah Bambang Kariyanto di Jalan Sanjaya Kecamatan Alang-Alang Lebar Palembang,
yang saat itu di lokasi sudah ada Bambang bersama Adam Munandar. Ketika uang diberikan, tiba-tiba tim KPK datang ke lokasi dan melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT).
“Dengan ini kami JPU menilai jika terdakwa Pahri Azhari dan Lucianty melalui Bambang Kariyanto dan Adam Munandar selaku pihak pemberi uang suap telah melakukan sesuatu dalam jabatannya agar DPRD dapat mengesahkan APBD dan LKPJ. Dimana hal ini bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku penyelengara negara, oleh karena itu perbuatan tersangka termasuk dalam dugaan tindak pidana korupsi yang hukuman pidananya mencapai 5 tahun penjara,” tutupnya.
Setelah mendengarkan dakwaan kedua terdakwa, Majelis Hakim diketuai Saiman SH MH meminta tanggapan kepada terdakwa apakah akan mengajukan eksepsi (nota keberatan) terkait dakwaan dari JPU KPK.
Kedua terdakwa melalui kuasa hukumnya Febuar Rahman di persidangan menyatakan, menerima dakwaan jaksa dan terdakwa tidak mengajukan eksepsi.
Menanggapi pernyataan tersebut Majelis Hakim menutup serta menunda persidangan kedua terdakwa hingga pekan depan, dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.
Di luar persidangan Febuar Rahman kuasa hukum Pahri Azhari dan Lucianty mengungkapkan, pihaknya tidak mengajukan eksepsi karena dakwaan JPU dinilainya tidak ada kesalahan materi.
“Kita memang tidak mengajukan eksepsi tapi dalam pembelaan nantinya di persidangan kita akan menghadirkan saksi meringankan (a de charge) dari ahli hukum,” tegasnya. (ded)


