
HUJAN deras yang mengguyur Kota Palembang beberapa minggu ini, walaupun tak lama, langsung membuat beberapa titik tergenang air yang cukup tinggi. Seperti biasa langganan banjir diantaranya Jalan Kapten Arivai dan Jalan Sekip. Wilayah lainnya yang selalu menjadi langganan banjir dipastikan akan terkena dampak hujan deras ini. Buruknya drainase, makin kecilnya ruang gorong-gorong, penimbunan yang semakin ‘menggila’ membuat aliran air menjadi terbatas.
Sebenarnya pengalaman banjir tiap tahun yang banyak menenggelamkan beberapa daerah Kota Palembang dalam waktu yang cukup lama, harus menjadi catatan dan cermin bagi warga kota ini untuk melakukan sesuatu.
Gambaran banyak daerah yang tergenang dalam kurun waktu dua bulan, yang disebabkan tingkat hujan yang tinggi, minimnya daerah resapan, dan air Sungai Musi yang pasang, adalah bentuk kesalahan langkah yang telah dilakukan sebagian warga.
Pemerintah Kota Palembang harus menerima kondisi bahwa banjir yang telah melanda dan telah menyebabkan aktivitas warga menjadi terganggu, karena aktivitas yang dilakukan warganya sendiri dan pengawasan Pemkot yang masih kurang.
Tudingan klasik untuk masalah ini adalah penimbunan daerah rawa yang semakin menjadi-jadi di tengah giatnya pembangunan yang dilakukan. Sepintar apapun sebuah individu dan secanggih apapun teknologi, tetapi kalau tidak disiplin dan tak mau
diawasi akan berbuah celaka dan kemalangan, Begitu pula dengan banjir di Kota Palembang.
Di Kota Palembang air bah datang karena faktor tingginya curah hujan, daerah resapan yang makin berkurang, dan faktor air Sungai Musi yang pasang naik. Memang waktu dan saat banjir terjadi, sebagai langkah awal Pemkot Palembang langsung mengevaluasi teknik seperti sistem drainase yang ada, pengerukan sungai dan kebutuhan pompa penanggulangan banjir. Tetapi itu jangka pendek, saat banjir terjadi. Untuk jangka panjang bagaimana? Untuk itu Pemkot, Pemprov dan tentunya semua masyarakat harus seirama menjaga Kota Palembang. Hingga suatu saat, hujan bukan mimpi buruk untuk warga. (***)