
PALI, SN
Banyaknya penyetopan angkutan batubara milik PT Energi Prima Indonesia (EPI) di jalan wilayah Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), membuat perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan Batubara tersebut merugi. Selain Perusahaan, sopir truk angbara tersebut juga ikut merugi
Pantauan Suara Nusantara, Senin (30/11) tampak terlihat ratusan mobil angkutan batubara membeludak di Jalan khusus angkutan batubara yang berada di Desa Pengabuan Timur milik PT EPI dihentikan paksa oleh sekelompok warga Desa Pengabuan Timur Kecamatan Abab Kabupaten PALI sejak Minggu pagi (29/11).
Salahsatu sopir truk angbara yang tak mau identitasnya diketahui mengatakan jika hal semacam ini terus berlangsung ia dan keluargannya takkan bisa makan lantaran ongkos jalan habis gara-gara dua hari distop warga. Sama hal yang disampaikan sopir truk angbara lainnya, bahwa hampir tiap hari angkutan batubara dihentikan sekelompok warga dengan berbagai alasan.
Belum lama ini di salahsatu desa, mobil kami juga distop warga karena ada kaki warga terlindas mobil, namun sasarannya seluruh angkutan di hentikan padahal yang salah warga itu, karena mereka meminta uang kepada para sopir dengan memberhentikan ditengah Jalan,” ungkapnya.
Sopir tersebut juga menambahkan bahwa kalau penyetopan ini terus berlangsung dikhawatirkan perusahaan batubara ini bangkrut dan otomatis ratusan mobil truk dan ratusan karyawan PT EPI terancam menganggur, padahal hampir 80% pemilik mobil dan sopirnya serta karyawan PT EPI adalah putra daerah.
Kami bisa bayangkan, kalau PT EPI tutup, ratusan mobil truk nganggur dan terancam diambil leasing karena tidak terbayar angsuran kreditnya, karena sebagian besar mobil truk pengangkut batubara masih belum lunas, juga ratusan karyawan akan nganggur,” tambahnya.
Sementara itu, pimpinan PT EPI Chris saat dihubungi via telpon menjelaskan bahwa penghentian armada pengangkut batubara ini terkait ganti rugi atas tanah warga yang belum dibayarkan.
Sebenarnya tanah untuk jalan selebar 10 meter telah dibayar sejak tahun 2012, namun karena lokasinya rawa, maka timbunan tanah untuk jalan tersebut melebar menjadi 13 meter,” ungkap pria asli Korea ini.
Masih kata Chris bahwa pihak perusahaan berniat baik untuk mengganti rugi tanah selebar 5 meter walau melebar 3 meter dengan harga 30 ribu Rupiah/meter tetapi pemilik tanah memaksa harus mengganti 10 meter.
Kita tidak tinggal diam, kita sudah berniat baik akan mengganti rugi selebar 5 meter, permeternya 30 ribu, padahal harga sesuai Pergub hanya 17 ribu, namun pemilik tanah maksa minta diganti rugi selebar 10 meter, terus terang kita merasa tertekan,” tambahnya.
Chris berharap agar warga pemilik tanah juga memikirkan nasib para sopir yang kebanyakan warga setempat dan lebih baik diselesaikan secara musyawarah agar tidak ada yang dirugikan. “Kita mengharapkan masalah ini diselesaikan secara musyawarah, agar para sopir lancar mencari rejeki dan perusahaan tidak rugi. Kalau rugi terus bagaimana untuk mengganti rugi tanah warga, yang ada malah Perusahaan ini bangkrut nantinya,” pungkasnya. (ans)


