
MAHKAMAH Agung (MA) menjatuhkan hukuman 14 tahun penjara kepada Anas Urbaningrum, dari hukuman sebelumnya 7 tahun penjara. Selain itu, Anas juga wajib mengembalikan harta yang dikorupsinya sebesar Rp 57,5 miliar.
Terjeratnya mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam pusaran kasus korupsi adalah bentuk lingkaran korupsi yang sudah sangat hebat. Karena tak hanya satu, sangat banyak yang harus terjerat.
Apa yang dialami Anas sangat tragis,
sebelum dijerat kasus korupsi, karir politik mantan anggota KPU itu digadang-gadang akan cemerlang. Terbukti, saat merapat ke Partai Demokrat pada tahun 2004, Anas mampu merebut simpati dan menjadi ketua umum Partai Demokrat tahun 2010, mengalahkan Marzuki Alie dan Andi Mallarangeng.
Tetapi petaka justeru terjadi saat penangkapan mantan Bendahara Partai Demokrat M Nazaruddin. Dalam banyak kesempatan, Anas sering disebut-sebut terlibat kasus korupsi Hambalang oleh Muhammad Nazaruddin. Hingga akhirnnya Anas mundur dari jabatannya sebagai ketua umum karena menjadi tersangka gratifikasi Hambalang.
Kini dengan putusan MA, Anas harus menelan pil yang sangat pahit. Selain harus menerima hukuman 14 tahun penjara, Anas juga dihukum Rp 5 miliar. Jika tidak mau membayar denda tersebut maka Anas mengganti dengan 16 bulan kurungan.
Hukuman Anas tidak sampai di situ. Majelis juga menjatuhkan hukuman uang pengganti Rp 57,5 miliar untuk dikembalikan kepada negara. Uang Rp 57,5 miliar ini harus segera dikembalikan ke negara maksimal 1 bulan sejak putusan kasasi diucapkan. Bagaimana jika tidak mau membayar uang pengganti? Anas harus menambah hidup dibui selama 4 tahun penjara.
Apa yang diterima Anas, kita melihat sepertinya ia hanya menunggu giliran efek hukum, dari banyaknya kasus korupsi di Bumi Pertiwi ini.
Mungkin saja, rakyat Negeri ini tak begitu terhenyak dengan hal ini, karena sudah terlalu banyak korupsi dan pelakunya yang seliweran.
Kita hanya menunggu waktu siapa lagi yang akan terpuruk oleh KPK atau lembaga hukum lainnua, karena begitu banyak nama oknum pejabat yang tersandung penggunaan uang negara.
Kita menunggu revolusi mental yang pernah digaungkan oleh Presiden Jokowi, tentu saja termasuk masalah penuntasan masalah korupsi.
Harus ada revolusi agar pejabat bermental korupsi jera untuk tidak terus menerus menggerogoti Bangsa ini. Kapan Negeri nan makmur ini akan sejahtera dan menjadi terdepan, dihargai bila korupsi masih merajalela.
Harapan semua pihak yang utama, KPK jangan tebang pilih dalam menangani kasus dugaan suap. KPK harus menindak tegas tanpa pandang bulu. Rakyat sudah sangat capek dan jenuh dengan banyaknya kasus korupsi, sedangkan hukum yang ada tak tegas dan seperti main-main.
Selama ini kondisi hukum yang sangat lemah untuk para koruptor, bisa jadi menyebabkan orang tidak takut untuk terus mengambil uang yang bukan haknya. Karena orang akan berpikir tak apa untuk korupsi, karena hukuman tak akan lama. (***)


