


Untuk itu, dunia menaruh harapan kepada kelompok 20 ekonomi kuat dunia (G20).
“G20 tidak boleh gagal jadi katalis pemulihan dunia. Kita tidak boleh membiarkan pemulihan global ‘tersandera’ oleh geopolitik,” katanya.
Lebih lanjut Retno menambahkan bahwa paradigma baru juga dibutuhkan untuk mencapai Agenda Pembangunan 2030 dan memerangi perubahan iklim.
Selain itu, menurut dia, paradigma kolaborasi juga penting untuk memperkuat kemitraan regional.
Arsitektur regional tidak semestinya digunakan untuk mengurung dan mengucilkan negara tertentu. Arsitektur regional harus dapat mendukung upaya menjaga perdamaian dan stabilitas, bukan justru membahayakannya, kata Retno.
Terakhir, Retno menegaskan bahwa paradigma kolaborasi harus menjadi semangat PBB.
“Pendekatan yang inklusif harus dikedepankan, di mana suara seluruh negara diperlakukan secara setara. Suara setiap negara, besar maupun kecil, harus didengarkan di forum PBB. Oleh karena itu, dibutuhkan reformasi PBB dan pembaharuan multilateralisme agar sesuai dengan tuntutan zaman,” katanya.
“Saya percaya dengan bekerja bersama-sama dan mengadopsi paradigma baru, kita dapat menciptakan dunia yang lebih baik bagi semua. Sekarang bukan saatnya lagi kita hanya berbicara. Sekarang adalah saatnya bagi kita untuk melakukan apa yang kita sampaikan,” ujar Retno. (Antara/andi)


