

BANJIR besar dan banyaknya bencana alam melanda wilayah di Indonesia, salah satu penyebabnya karena pembabatan dan pembalakan hutan yang tak terkendali. Akibatnya diterima sekarang! Kerugian, nestapa, dan apa yang dibangun selama ini langsung rusak.
Di Sumsel sendiri, hujan deras yang melanda semua daerah membuat banyak daerah yang tergenang, mulai dari permukiman, perkebunan, dan persawahan. Bahkan beberapa daerah mulai diberitakan mengalami banjir dan tanah longsor.
Tercatat di Muara Enim, Lahat, Pagaralam, PALI, dan Musi Rawas beberapa titik sudah terkena banjir. Bila diperhatikan, rata-rata banjir disebabkan karena hutan yang terus dibabat atau digunduli.
Selama ini aksi perambahan dan pembabatan hutan di Bumi Pertiwi terus berlangsung, bahkan tidak saja hutan rakyat, namun hutan lindungpun juga dibabat oknum untuk mencari keuntungan individu maupun kelompok.
Para pembalak hutan tidak pernah memikirkan dampak bencana alam seperti banjir bandang dan tanah longsor yang sudah sering terjadi.
Selama ini banyak alasan dari berbagai pihak untuk membuka lahan, salahsatunya untuk dijadikan lahan produksi. Tetapi tahukah, pembukaan lahan produksi selalu merusak lahan yang seharusnya dibiarkan. Lahan yang dirusak antaralain sebagai daerah penyangga, penyerap air dan penahan banjir. Hutan lindung yang dibuka dan dibabat jelas menghilangkan fungsi hutan sebagai penyeimbang alam.
Menyedihkan sekali, hutan-hutan di Indonesia harusnya dijaga, tiba-tiba sudah tiada dan menjadi padang yang gersang. Atau seketika, kita sudah menemui bukit yang dulunya hijau telah berubah menjadi tandus.
Tak heran, saat ini banjir semakin sering terjadi sejalan dengan semakin luasnya pembukaan hutan untuk perkebunan.
Daya dukung alam dan kemampuan alam yang tidak lagi seimbang membuat bencana alam sangat rentan terjadi. Mana bisa alam yang tandus menampung curahan air hujan yang begitu tinggi. Ya kita harus terima, kalau dibilang bencana datang karena ulah manusia sendiri.
Sebenarnya bencana alam yang disebabkan banjir bisa dicegah sejak dini, asal semua disiplin. Caranya dengan memastikan keseimbangan alam tetap terjadi. Misalnya dengan penghentian proyek yang bisa menghancurkan alam sekitar kita.
Kemudian melakukan tebang pilih saat melakukan pembukaan lahan. Lalu melakukan penanaman kembali untuk daerah-daerah yang sudah dibuka.
Nah celakanya banyak kasus di Negeri ini, sesudah lahan dibuka, langsung ditinggalkan begitu saja. Bahkan lahan yang dijadikan perkebunan tak pilih-pilih lagi, daerah resapan air dan hutan lindung juda dimanfaatkan.
Kini proes pembukaan hutan lindung untuk lahan perkebunan terus terjadi. Bahkan yang sangat menyedihkan, lahan hutan lindung juga dibabat. Banyak sekali temuan untuk kasus ini, dimana petugas sudah menemukan kayu gelondongan yang sudah siap angkut. Kalau kondisinya sudah begini bagaimana? Padahal butuh waktu puluhan tahun untuk membuat ekosistem hutan lindung. (***)


