
Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) protes soal predikat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Provinsi DKI oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ahok bahkan mengkritik cara kerja BPK hingga menentang audit kinerja dan laporan terbaik kekayaan pimpinan BPK. Apa tanggapan BPK?
“BPK telah memberikan opini atas laporan keuangan Pemprov DKI sama seperti tahun sebelumnya Wajar Dengan Pengecualian (WDP) karena bebrapa hal. Pertama, ada beberapa hal yang belum tuntas di tahun sebelumnya, terutama terkait dengan beberapa masalah aset dan belanja operasional,” Karo Humas BPK Yudi Ramdan, dalam jumpa pers di kantor BPK Jl Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (8/7).
Yudi memaparkan, pada tahun 2014 dalam transaksi berjalan ada beberapa permasalahan yang membuat BPK menyematkan opini keuangan Pemprov DKI dengan ‘pengecualian’ pada beberapa pos atau akun dalam laporan keuangan DKI.
“Pertama masalah piutang, kedua masalah aset tetap, ketiga aset tetap lainnya, dan keempat masalah belanja baik belanja operasional dan belanja modal. Artinya permasalahan itu ada di beberapa pos atau akun laporan keuangan,” papar Yudi.
Misal terkait aset tetap, di mana aset tetap Pemprov DKI sekitar Rp 341,98 triliun, masih ada beberapa masalah yang belum tuntas. Misalnya tentang sistem informasi, penambahan aset, mutasi aset yang belum jelas, proses penghapusan yang belum sesuai ketentuan.
“Ada juga terkait dengan aset lainnya, yaitu aset Rp 3,58 triliun. Ini yang perlu dipertimbangkan dalam (memberikan) pengecualian,” tuturnya.
Ketiga terkait piutang. Ada dua piutang yang masih belum baik pengelolaan pencatatannya yaitu masalah Pajak Bumi Bangunan (PBB) dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). PBB ada Rp 4,93 triliun karena masih ada selisih data antara data akuntasi dan unit pajak yang masih belum dapat ditelusuri selisihnya.
Kemudian Pajak kendaraan bermotor ada sekitar Rp 20,14 miliar karena data wajib pajak dan objek pajaknya masih perlu ditelusuri lebih lanjut sehingga auditor sulit menelurusi masalah piutang ini.
“Keempat, terkait belanja operasi dan belanja modal. Misal belanja modal masih ada kelemahan pada sistem pengendalian pada 85 paket pekerjaan, bahkan dari Rp 214 miliar diindikasikan Rp 211,34 miliar mengandung unsur kecurangan. Itu dari pengecualian yang ada dalam opini BPK.,” lanjutnya.
Menurut Yudi, selain pengecualian itu, BPK juga melihat dari sisi kepatuhannya. Pertama kerjasama pemanfatan aset tanah seluas 30,88 hektar, pembelian sebidang tanah untuk keperluan Rumah Sakit di Jakarta Barat, penetapan nilai penyertaan modal dan penyerahan aset DKI kepada BUMD, kegiatan penanggulangan kerusakan jalan, kelebihan pembayaran biaya premi asuransi kesehatan dan administrasi pengelolaan dana biaya operasional dalam LHP.
“Ini bagian dari beberapa temuan, ada 70 temuan di laporan ini, 32 temuan terkait sistem pengedalian intern, 38 temuan terkait kepatuhan,” ucap Yudi.
“Ini merupakan bagian tak terpisahkan dari catatan laporan yang 4 akun tadi. Jadi tim BPK melihat secara komprehensif terhadap laporan keuangaan provinsi DKI,” imbuhnya.
(bal/erd)


