



ERA disrupsi menghadirkan peluang baru yang sebelumnya nyaris tertutup. Dunia siber adalah keniscayaan yang tidak bisa ditolak. Sandyakala media cetak yang riweh, berbiaya tinggi dan lamban sehingga tak kompetitif mampu digajul.
Betapa tidak media online hadir dengan speed tinggi, fleksibel, dan mampu menerabas ruang dan waktu. Dia bahkan hadir hanya meninggalkan platform cetak, lantaran melalui teknologi streaming, media online sangat didgaya radio juga televisi dirangkum sekaligus.
Karena kedigdayaannya itu tak heran, media online menjadi jagal maut media konvensional, bukan hanya media cetak, televisi dan radio pun tak luput dibuat kelimpungan.
Kisah ini seperti keajaiban yang dicapai Cina, Negeri Tirai Bambu itu membuat langkah ‘skakmat’, seperti bidak catur, Eropa dan Amerika tak luput dihajarnya. Singkat cerita dunia dikepung media online. Momentum digital telah menjadikan dunia benar benar berubah.
Indikator nyata data Dewan Pers, tentang jumlah media online fenomena yang terjadi, seperti jamur di musim penghujan pertumbuhan begitu drastis, yakni mencapai angka 50 ribu lebih.
Luar biasa. Angka itu jelas membawa konsekuensi, juga implikasi begitu jamak di jagad nyata. Persis seperti nasib transportasi konvensional akhirnya kukut digempur Gojek, atau perhotelan digebug Traveloka. Ya itulah fakta yang terjadi. Dunia berubah, disrupsi menghadirkan kejutan memicu gegar budaya di khalayak ramai.
Sandyakala lain, simak juga pernahkan terbayang Kantor Pos berdarah darah dibuatnya. Atau kita patut cermati, bagaimana Tokopedia, Shopee, dan Start up- start up lain begitu piawai menyisir lorong lorong kebuntuan. Orang tidak lagi perlu menunggu loper datang mengantarkan koran, karena lewat gadget berita berita aktual langsung tersaji, terkabarkan real time.
Inilah yang membuat media konvensional di berbagai belahan dunia tumbang, sekarat, dan mati. Dalam situasi seperti itu JMSI lahir dan hadir. Momentum Hari Pers Nasional tahun 2020 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan menjadi tonggak sejarah.
Rahiman Dani, dan Mahmud Marhaba bersama 21 perwakilan JMSI dari seluruh Indonesia mendeklarasikan wadah baru bagi jurnalis siber. Teguh Santosa Ketua Umum JMSI melegasikan spirit Banjarmasin agar selalu digelorakan.
JMSI didirikan untuk membantu terciptanya ekosistem pers yang sehat di Tanah Air. Saat ini merujuk data Dewan Pers 50 ribu lebih media massa berbasis internet, dan jumlahnya mungkin akan terus bertambah.
Karenanya peran JMSI sebagai rumah sekaligus oase bagi entitas media online harus diakui tidaklah ringan. Hetrogenitas SDM media siber dengan beragam strata dan kasta menjadi agenda strategis yang mesti ditunaikan. Kondisi riil di lapangan yang perlu menjadi concern stakeholder Pers Indonesia adalah dari sekitar 50 ribu lebih media online tersebut, belum seluruhnya terverifikasi, baik administrasi apalagi faktual.
Itulah Pekerjaan Rumah-PR besar JMSI, meski di ranah ini ada asosiasi lain, yakni AMSI-Aliansi Media Siber Indonesia dan SMSI-Serikat Media Siber Indonesia. Sedikit menarasikan portofolio masing masing AMSI berkhikmat pada aspek penguatan profesionalisme wartawan dan kemerdekaan Pers, SMSI menitikberatkan peningkatan kapasitas SDM-nya, dan JMSI mendedikasikan pada upaya membangun positioning secara corporatenya.
Deskripsi di atas dapat dipahami JMSI memiliki peran cukup penting. Jagad media online di tanah air masih seperti belantara perawan. Pers sebagai manifestasi civil society belum lepas dari persoalan dirinya sendiri, baca urusan perut. Bagaimana mengajak prajurit teguh berperang ketika perutnya lapar. Aspek aspek fundamental inilah JMSI dituntut mampu membangun terobosan agar distorsi atas peran luhur sebagai agent of change, sosial control, dan pilar demokrasi tidak rentan tergadaikan, atau rapuh oleh berbagai jebakan kepentingan. HALAMAN SELANJUTNYA>>

