
“Untuk menjalankan komitmen ini, Indonesia tidak bisa berjalan sendiri. Memang tantangannya sangat besar, namun dengan adanya forum seperti AIPF ini memberi kita keyakinan, apapun tantangannya, kita akan terus melangkah maju bersama-sama,” ungkapnya.
Darmawan menambahkan dalam dua tahun terakhir, PLN telah menjalankan berbagai upaya transisi energi. Diantaranya adalah membatalkan rencana pembangunan 13,3 Gigawatt (GW) pembangkit batubara, mengganti 1,1 GW pembangkit batubara dengan EBT, serta menetapkan 51,6% penambahan pembangkit berbasis EBT.
“Kami sedang dalam proses merancang dan mendesain ulang perencanaan ketenagalistrikan nasional. Dengan sistem baru ini, kami memahami adanya ketidaksesuaian antara sebagian besar sumber EBT dengan pusat beban sehingga kami akan membangun green enabling super grid untuk menghubungkannya,” jelasnya.
Dirinya juga menyampaikan, saat ini PLN dalam proses mendesain dan membangun end-to-end smart grid. Dengan jaringan baru ini, PLN dapat meningkatkan porsi pembangkit energi surya dan angin dari 5 GW menjadi 28 GW. Pengembangan green enabling super grid dan end to end smart grid ini semakin mendesak untuk mengatasi ketidaksesuaian sumber EBT dengan pusat demand listrik dan mengakomodasi penetrasi EBT variable yang sangat masif.
Sistem inilah yang ke depan akan digunakan untuk mendukung pembangunan ASEAN Power Grid. Sistem ini diproyeksikan mampu menghubungkan transmisi lintas negara-negara di ASEAN, mulai dari Laos, Vietnam, Kamboja, Malaysia, Singapura dan Indonesia. HALAMAN SELANJUTNYA>>


