
Palembang, SN
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sumsel menyiapkan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Pelestarian Budaya. Raperda ini bertujuan untuk melindungi bangunan atau peninggalan bersejarah di Sumsel.
Plt Kepala Disbudpar Sumsel Irene Camelyn Sinaga mengatakan, sebagai provinsi yang memiliki nilai sejarah, Sumsel khususnya kota Palembang banyak sekali menyimpan bangunan ataupun situs bersejarah yang harus dilestarikan.
Dikatakannya, dengan adanya Raperda Pelestarian Budaya, masyarakat umum yang memiliki benda ataupun bangunan bersejarah diwajibkan mendaftarkan bangunan bersejarah miliknya ke Disbudpar.
“Sebagai provinsi yang memiliki warisan kerajaan Sriwijaya, kita memiliki peninggalan bersejarah yang harus dijaga. Dengan adanya Raperda ini, peninggalan bersejarah tersebut dapat dilestarikan, karena Raperda ini mengikat Pemerintah dan masyarakat,” ungkap Irene ditemui usai rapat bersama Komisi V DPRD Sumsel, Rabu (8/7).
Disisi lain kata Irene, ditahun 2015 ini, Disbudpar Sumsel sudah memiliki beberapa program penting untuk memajukan dunia seni di Sumsel, diantaranya pagelaran sejumlah festival di beberapa kabupaten/kota.
“Dari pelaksanaan festival ini, kita harap mendapat tiga output penting, diantaranya meningkatkan kualitas pekerja seni di Sumsel dan mendatangkan wisatawan baik dalam maupun luar negeri,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komisi V DPRD Sumsel, Fahlevi Maizano mendukung pengajuan Raperda Pelestarian Budaya oleh Disbudpar Sumsel. Menurutnya, hal itu memang harus dilakukan, untuk menjaga keberadaan situs-situs bersejarah yang ada di Sumsel.
“Sumsel, terutama Kota Palembang itu dikenal dengan kota tua, artinya banyak sekali peninggalan bersejarah yang dimiliki, diantaranya peninggalan kerajaan Sriwijaya, termasuk sejarah perkembangan Islam. Jadi, potensi ini harus dilindungi, dan untuk melakukan itu, memang di perlukan adanya Perda (peraturan daerah),” kata Politisi PDI Perjuangan ini.
Namun demikian kata Fahlevi, Pemerintah juga harus memikirkan pemilik bangunan bersejarah, jangan sampai bangunan itu dilarang diperjual belikan, tetapi pemilik tidak diperhatikan.
“Harus ada koordinasi antara Pemerintah dan pemilik bangunan bersejarah, terutama dalam hal ekonomi,” pungkasnya. (awj)


