
Jakarta, SN
Trend industri dewasa ini mulai bergeser, ada siklus tujuh abad yang terus memperbaharui perkembangan industri. Dewasa ini para pebisnis mulai melihat pergerakan itu mengarah pada cultural industry, atau industri kebudayaan. Kondisi tersebut tak hanya disadari oleh para pebisnis, “CEO” daerahpun paham betul kemana “angin” bisnis.
Oleh karenanya, Gubernur Alex Noerdin ingin memanfaatkan angin itu, sebagai potensi untuk mengembangkan wilayah kerjanya.
Alex sadar dengan kekurangan Sumsel, namun lebih peka lagi terhadap kekayaan kebudayaan di daerah itu. Nah, unsur itulah yang ingin ditunjukkan melalui Festival Sriwijaya ke-23 pada 11-14 Juni di Palembang nanti. Sekaligus sebagai mesin utama cultural industry, yang menjadi usaha bersama masyarakat Sumsel.
“Derah, kalau tidak dengan usaha yang luar biasa, sulit bersaing di tingkat nasional bahkan internasional,” ujar Alex Noerdin dalam pembukaan Festival Sriwijaya ke 23 di Balairung Kementerian Pariwisata, Rabu (3/6).
Tak hanya meningkatkan pendapatan daerah, menurutn Gubernu, festival ini adalah bukti konkrit dari semangat Sumatera Selatan. Alex bahkan mengakui jika provinsi yang dipimpinnya itu paling bersemangat menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa.
Dengan data-data masa lalu, ia bersama komponen Pemda menggali mutiara-mutiara kebudayaan di zaman Kerajaan Sriwijaya untuk dipertontonkan kepada dunia.
Alex juga menuturkan, bahwa pihaknya tak sekadar mengagung-agungkan kejayaan masa lalu. Wisata budaya berformat festival ini diyakini mampu membangkitkan ingatan masyarakat dunia soal kerajaan Sriwijaya. Mustahil jika wisatawan mancanegara yang menggandrungi sejarah, melupakan kerajaan yang wilayahnya membentang dari Filiphina ke Madagascar dan melebihi luas wilayah Indonesia ini.
“Nenek moyang yang sudah tidak ada itu sedih kalau liat ahli warisnya tidak membawa kebesaran Sriwijaya. Kami sedang mencoba mengembalikan kejayaan Sriwijaya,” ujar Alex.
Infrastruktur telah disiapkan untuk menyambut festival bertaraf internasional ini. Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II telah diperbesar untuk Festival Sriwijaya ke 23. Bahkan, perhelatan yang akan digelar di Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya (TPKS), Karang Anyar, Palembang sudah dipromosikan ke media luas.
Sepakat dengan Alex, Menteri Pariwisata, Arief Yahya mengamini kegiatan kultural industry itu agar sukses merebut peminat budayaa di mancanegara. Pasalnya, ia sendiri menyadari bahwa trend bisnis masyarakat dunia berkembang ke arah industri kreatif.
Nah, industri berbasis kebudayaan seperti festival Sriwijaya adalah salah satu dari sekian banyak industri kreatif di Indonesia.
Selain itu, ia juga memuji pemaparan dari Alex Noerdin soal kesiapan penyelenggaraan Asia Games atau Sea Games pada 2018 di Jakabaring sport city, Palembang, nanti. Di wilayah itu, telah dibangun pusat olahraga dengan 22 arena cabang olahraga lengkap dengan wisma para atlitnya dalam kurun waktu 11 bulan.
Menurutnya, poin tersebut sangatlah menarik dan menjadi pembuktian konkrit dari Pemerintah Provinsi untuk menggerakkan ekonomi kreatif di daerah.
“Saya yakin pak Alex sangat komit, terutama untuk sport tourism,” ujar Arief Yahya.
Selain pujian bagi Alex, Arief juga memberi kritik terkait promosi Festival Sriwijaya ke 23. Ia menganalogikan pagelaran moto GP yang hanya bermodal sekitar Rp 100 miliar namun menuai untuk Rp 3 triliun. Hal ini bisa dijadikan pelajaran bagi Pemprov Sumsel dalam penyelenggaraan Festival Sriwijaya.
Hasilnya, penyelenggara acara tidak hanya menuai hasil dari tiket, namun promotor juga rela merogoh kocek dan menambah devisa negara. Iklan para promotor menjadi komponen penting yang sering diabaikan penyelenggara. Padahal, dari sistem iklan ini, pemasukan justru datang lebih besar dari tiket maupun subsriber atau pelanggan.
“Di Festival Sriwijaya akan saya buat besar-besaran, nanti Pak Alex boleh jual ke sponsor 11 – 14 juni,” ujar Arief.
Menurutnya, dengan promosi yang besar bisa menarik sponsor yang lebih besar. Nantinya suatu acara bisa membiayai penyelenggaraan itu tanpa takut rugi. Alex Noerdin juga diingatkan agar tidak menafikan peran media dalam penambahan nilai acara semacam Festival ini.
Nilai kepariwisataan bisa bertambah dengan pengulasan mendetail dari tiap media yang meliputnya. Otomatis hal tersebut bisa memancing minat wisatawan baik domestik dan asing untuk berkunjung.
Arief mencontohkan acara di Batam, ia menilai bobot pagelaran itu tak seberapa. Namun dengan promosi yang istimewa, acara tersebut menjadi trending topic di masyarakt dunia.
“Acaranya tidak seberapa tapi promosinya besar-besaran, hanya promosinya harus kita angkat. Kita harus fokus,” pungkas Arief.
Kritik itu kemudian dilihat oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Irene Cameline Sinaga sebagai sebuah kesempatan. Promosi Festival sudah dijalankan sebagaimana mestinya, yakni dengan menyasar kelompok-kelompok tertentu. Ada peluang direct flight atau penerbangan yang memudahkan kunjungan bisa dilakukan dengan mudah oleh Wisatawan Mancanegara.
Sebut saja dari Singapura dan Malaysia yang bisa melakukan sekali perjalanan ke Sumatera Selatan. Ditambah dari segi sejarah, ada China dan India yang melekat erat dengan budaya Sriwijaya. Wisatawan di negra-negara itu diyakini bisa meramaikan Festival musiman ini.
“Optimis diterima wisman, peluangnya direct flight, dari Singapura dan Malaysia, tapi untuk sejarah dari China dan India,” ujar Irene.
Selain itu, ada komunitas-komunitas kecil pecinta budaya dari Eropa yang dijadikan sasaran Festival Sriwijaya. Mereka diyakini akan menghadiri pagelaran ini, pasalnya ada hal-hal di masa lalu yaang menarik minat mereka.
Sebut saja julukan venesia dari Timur yang disematkan Belanda pada Sumatera Selatan. Mereka diyakini akan terpancing dengan kekayaan budaya yang ditawarkan di Festival Sriwijaya.
“Pertama kita tahu masyarakat Eropa memiliki kecintan terhadap sejarah, mereka memiliki komunitas sendiri yang mencari sejarah, apalagi yang menamakan venesia dari timur itu adalah Belanda,” pungkas Irene. (awj/sn/**)


