
BAGI anda warga Kota Palembang, dalam beberapa minggu ini sangat tersiksa dengan banyaknya kabut asap. Makin hari kabut asap makin tebal dan hitam. Saat siang hari ketika beraktifitas di lapangan mata terasa pedih dan perih.
Kabut asap yang tejadi di Palembang dan beberapa kota lain di Pulau Sumatera disebabkan karena pembakaran hutan terus terjadi. Kemudian pembukaan lahan dengan cara membakar terus dilakukan, ini sudah menjadi tradisi untuk membuka lahan perkebunan baru, karena lebih praktis, lebih cepat dan murah.
Coba bayangkan, dengan cara membakar sekali saja maka lahan yang dinginkan untuk perkebunan dapat digunakan. Kemudian petani penggarap rata-rata tahu, lahan yang dibuka dengan cara dibakar akan lebih subur, karena kaya akan humus sisa pembakaran.
Penulis pernah menyusuri titik perkebunan rakyat di wilayah Sumsel, dan hasilnya diketahui pembukaan lahan memang dilakukan cara dibakar langsung. Dan pembukaan lahan tersebut dilakukan pada musim kemarau.
Sangat sulit menyadarkan petani untuk pola yang salah ini, karena memang kondisi yang tak mendukung. Sejak zaman dahulu, ketika musim panas datang memang petani membuka lahan dengan dibakar, kemudian lahan tersebut ditanami aneka tumbuhan ketika musim penghujan tiba.
Mampukah aparat dan perngkat pemerintah
mengubah tradisi ini? Jawabannya tentu mampu, kalau memang aturan yang ada ditegakkan. Dengan demikian tentu ada shock theraphy pagi pembakar hutan.
Banyaknya masyarakat yang melakukan pelanggaran di bidang kehutanan, tentu menambah derita Bangsa ini. Padahal pembakaran hutan dapat berdampak luas, mulai dari lingkungan hingga kesehatan. (***)


