
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) kemaren sore menetapkan Bupati Empat Lawang Budi H Antoni Aljufri (HBA) dan istrinya Suzannna Budi Antoni, sebagai tersangka kasus suap sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Mahkamah Konstitusi (MK).
Ini tentu berita yang sangat mengejutkan di bulan Ramadhan. Tetapi kalau kita tarik ulur ke belakang, ini adalah kasus lama, karena sebelumnya tepatnya satu tahun yang lalu masalah ini sempat heboh dan menjadi pembicaraan.
Sekadar mengingatkan kasus Bupati Empat Lawang HBA ada karena yang bersangkutkan telah melakukan praktek dugaan menyuap Ketua MK kala itu Akil Muchtar.
Kita kesampingkan dulu kasus Bupati HBA dan isterinya Suzana. Kita ambil contoh
Kota Palembang, dimana Romi Herton dan isterinya Masyitoh juga tersandung hukum karena menyuap Akil untuk memenangkan Pilkada Kota Palembang, begitu banyak yang dikorbankan dengan kondisi tersebut. Kemudian sampai saat ini Kota Palembang tak memiliki Walikota yang definitif, karena putusan untuk Romi Herton belum inkra.
Kasus yang menimpa para bapak-bapak dan ibu-ibu yang tersandung masalah korupsi, hendaknya menjadi cermin bagi pejabat lainnya yang masih sangat terbiasa untuk korupsi.
Secara umum, kita sebagai rakyat sudah sangat bosan dengan ulah pejabat yang terus melakukan praktek korupsi. Padahal kalau tak korupsi, diyakini Indonesia sudah sangat maju dan menjadi negara yang besar.
Pada akhirnya sekali lagi membuktikan, bawa korupsi dan suap hanya meninggalkan kerugian dan kesengsaraan. Dan akhirnya yang dikorbankan adalah kepentingan rakyat. Kemudian karena cara-cara tak baik, hak-hak orang yang semestinya memang diaplikasikan segera, justeru menjadi terhalang.
Untuk apa meraih tahta dan kekuasan kalau diperoleh dengan cara korupsi atau menyuap. Memperoleh kekuasaan dan kekayaan dengan cara korupsi, tentu resikonya harus berhadapan dengan hukum. (***)


