

KESEMPATAN saya sebagai penulis bertemu dengan Presiden Joko Widodo minggu lalu, tak saya sia-siakan untuk menyampaikan permasalahan yang saat ini tengah dialami masyarakat banyak, utamanya di Sumsel. Salahsatunya adalah problem pengangkutan batubara dari Lahat sampai ke Palembang yang masih menggunakan jalan raya atau jalan umum.
Saya sebagai penulis dan wartawan menyampaikan, saat ini jumlah truk yang melintas antara jalur Lahat-Palembang sudah tak terkendali. Ketika truk-truk besar tersebut mengangkut batubara pada siang hari, selalu terjadi kemacetan. Kejadian kecelakaan lalulintas hampir setiap hari terjadi. Lalu saya menyampaikan berapa banyak kerugian yang ditimbulkan akibat kondisi ini.
Sayapun tak sungkan mengatakan, bahwa pernah menjadi korban truk batubara yang menabrak kendaraan saya.
Kepada Presiden Jokowi penulis juga sampaikan, memang saat ini truk-truk batubara hanya diizinkan melintas pada malam hari. Tetapi permasalahan tak selesai sampai disini.
Di sela-sela penulis menyampaikan aspirasi, Presiden menyampaikan bahwa batubara tersebut bisa diangkat dan diangkut dengan kereta api, seperti yang dilakukan PT BA.
Ketika mendengar permasalahan ini secara lengkap, Presiden tertegun dan sangat menyimak. Bahkan Kepala Negara sempat bertanya ke Menteri Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia Dr Ir Siti Nurbaya Bakar MSc, siapa yang mengeluarkan izin pertambangan di Lahat. Dengan lugas Menteri menyatakan bahwa yang mengeluarkan izin adalah Bupati setempat.
Kalau kita lihat saat ini, hanya sesaat saja masa kejayaan dari eksplorasi batubara di Lahat. Sesudahnya banyak pemilih Kuasa Pertambangan yang hengkang, karena terlalu banyak permasalahan dan konflik dengan masyarakat.
Mengapa permasalahan dan konflik banyak tanpa penyelesaian yang baik? Ini disebabkan sejak pertamakali batubara Lahat diekplorasi, tak mematuhi aturan yang ada.
Bila kita ingat, pengerukan bahan galian tambang di Lahat yang sudah berjalan lebih dari lima tahun akhirnya menuai masalah yang sampai pada klimaknya.
Masalah utamanya ada setelah keluhan warga dan pengguna jalan yang sudah sangat tersiksa dengan kemacetan yang makin parah.
Tak hanya itu, sepanjang pengerukan batubara di Lahat begitu banyak masalah yang timbul. Kita ulas sedikit, sejak jalur jalan raya distop total untuk jalur angkutan batubara, rupanya masalah tak selesai. Karena masalah lain kini muncul, karena ternyata lingkaran ekonomi dari eksplorasi tambang sudah terjadi.
Sangat terlihat saat eksplorasi dan pengangkutan batubara yang dulunya masih menggunakan jalur transportasi umum, dilakukan tanpa mengindahkan suara dan kepentingan rakyat. Kondisi ini terpaksa dilakukan karena kepentingan pemilik modal yang sudah terlanjur menjual bahan galian tersebut ke konsumen.
Sebelumnya dengan jalur jalan yang macet total, yang penting batubara diambil dari perut bumi kemudian diangkut ke dermaga Pelabuhan Tanjung Api-api.
Saat kepentingan pemilik modal dan kejar target seperti itu, nurani sama sekali tak ada.
Banyak sekali yang dikorbankan dengan sistem yang sudah salah sejak awal ini.
Nah, harus dicari jalan keluar untuk kondisi ini, karena tak mungkin juga eksplorasi tambang yang sudah berjalan ditinggalkan begitu saja. Berapa ribu tenaga kerja harus dirumahkan. Belum lagi lingkaran ekonomi yang sudah terjadi, mulai sistem pembelian truk lewat leasing, penjualan batubara yang sudah ada, dan geliat ekonomi akan terputus stagnan bila tambang tak dilanjutkan.
Jalan keluar terbaik adalah membuat jalur khusus untuk pengangkutan batubara, karena melewati jalur jalan raya sangat kecil kemungkinannya. Semua yang terlibat dalam masalah ini harus duduk satu meja. Tak akan akan membuahkan hasil yang baik kalau berpegang pada prinsip masing-masing atau ego personal.
Harus diutamakan juga kepentingan rakyat, dan cita-cita mulia menggali bahan galian tersebut. Bukankah bahan tambang di Bumi Pertiwi ini ada untuk kesejahteraan rakyat Indonesia, sesuai amanat UUD 1945. (***)


