Lucy Bantah Buat Kopelan Kertas Tawar Uang Suap

sidang suap Muba
SIDANG SUAP MUBA-Suasana sidang kasus suap Muba, Majelis Hakim mendengarkan keterangan para saksi anggota DPRD Muba, Kamis (17/3/2016). FOTO-FERDINAND/KORANSN

Palembang, KoranSN

Terdakwa Lucianty, Kamis (17/3/2016) membantah jika dirinya menulis dan menyerahkan kopelan kertas yang tertera nominal, Rp 11,8 milar untuk menawar uang suap Muba kepada Bambang Kariyanto.

Hal itu diungkapkannya dalam sidang kasus suap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah Muba 2014 dan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Muba 2015,
di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Kelas I Palembang.

Dimana di persidangan tersebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menhadirkan saksi, Bambang Kariyanto (terpidana), Adam Munandar (terpidana), Ketua Fraksi DPRD Muba Parlidungan Harahap (tersangka berkas terpisah), Ketua Fraksi DPRD Muba Debi Irawan (tersangka berkas terpisah), serta Ridwan alias iwan (mantan sopir Bambang Kariyanto) untuk terdakwa Bupati Muba non aktif Pahri Azhari dan isteri Lucianty.

Dikatakan Lucianty, kesaksian Bambang Kariyanto di persidangan yang mengatakan dirinya menulis dan menyerahkan kopelan kertas yang tertera nominal Rp 11,8 milar, tidak benar.

“Saya keberatan dengan kesaksian Bambang yang mulia Majeis Hakim. Karena tidak benar saya membuat kopelan atau catatan di kertas, saat itu saya hanya mengatakan ‘alangke banyaknyo’. Selain itu saya tidak pernah menyampaikan kepada Bambang, kalau saya akan melunasi uang permintaan DPRD Muba itu. Sebab, selama ini saya hanya berhubungan sengan Syamsudin Fei tidak pernah dengan Bambang Kariyanto. Jangankan menjamin, uang yang saya pinjamkan ke Syamsudin Fei Rp 2.650.000.000 (uang tahap satu) dan Rp 200 juta tahap kedua untuk pimpinan DPRD) hingga kini belum dibayar Syamsudi Fei,” ungkapnya di persidangan.

Sementara Pahri Azhari mengungkapkan, jika dirinya tidak mengetahui dan tidak pernah tahu soal pemberian uang tahap pertama serta uang tahap kedua, senilai Rp 200 juta tersebut.

“Kalau keterangan mereka ke rumah saya memang benar ada untuk selanjutnya saya tidak mengetahuinya,” ujarnya.

Sebelumnya di persidangan Bambang Kariyanto mengungkapkan, kopelan kertas tersebut diberikan Lucianty ketika ia diajak Syamsudin Fei (mantan Kepala DPPKAD Muba yang kini menjadi terpidana) bertemu kedua terdakwa di kediaman dinas bupati di Sekayu. Saat itu Syamsudin Fei membawa kertas yang tertera nominal uang permintaan DPRD Muba, yang awalnya Rp 20 miliar menjadi Rp 17,5 miliar.

“Setelah bertemu bupati, ketika itu Pahri diam saja dan meninggalkan kami. Saat itulah Lucianty datang sambil marah-marah memberikan kopelan kertas yang ditulisnya dan tertera nominal dan rincian uang Rp 11,8 miliar untuk DPRD Muba. Bahkan saat hendak pulang, Lucianty menyampaikan kepada saya jika yang akan melunasi uang itu adalah tanggungjawab Lucianty. Kemudian kamipun pulang, lalu kopelan kertas itu saya tunjukan kepada Darwin AH (mantan wakil Ketua DPRD Muba terdakwa berkas terpisah). Melihat angka Rp 11,8 miliar, Darwin marah dan mengatakan, ini namanya penghinaan. Karena saya tidak mau terjadi keributan, maka kopelan tersebut langsung saya buang ke tempat sampah,” ungkapnya.

Menurut Bambang, uang suap konsisten yang awalnya diminta DPRD Muba sebesaar Rp 20 miliar hingga menjadi nominal Rp 17,5 miliar, merupakan nominal dari permintaan uang suap saat APBD Muba disahkan ditahun sebelumnya, 2014.

“Jadi suap Muba sudah jadi kebiasaan, karena tahun sebelumnya yakni tahun 2014 juga terjadi suap seperti ini. Bahkan nominal dan rincian uang konsisten Rp 17,5 miliar dari permintaan Rp 20 miliar itu dibuat Syamsudin Fei sama persis dengan suap APBD Muba, yang terjadi ditahun 2014,” katanya.

Diceritakan Bambang, dugaan kasus suap ini terjadi berawal saat terdakwa Pahri mengajukan LKPJ tahun 2014 dan APBD tahun 2015 ke DPRD Muba untuk disahkan dan disetujui.

Baca Juga :   Lukas Enembe Mohon Dibebaskan dan Rekening Keluarganya Dibuka

Menindaklanjuti hal itu, pimpinan DPRD Muba saat itu melakukan rapat bersama semua ketua fraksi yang berada di DPRD Muba. Hingga muncul permintaan uang Rp 20 miliar dari 1 persen belanja modal Pemkab Muba.

“Karena saya dipercaya oleh teman-teman untuk menyampaikan permintaan tersebut maka saya menyampaikannya kepada Syamsudin Fei. Setelah saya sampaikan, Syamsudin Fei dan Faisyar (mantan Kepala Bappeda Muba yang kini menjadi terpidana) awalnya mengajak saya ke rumah bupati di Palembang. Setiba di sana Syamsudin Fei telah membawa kertas yang isinya permintaan uang DPRD Rp 20 miliar itu. Setelah bupati melihat kertas, bupati diam saja tak lama kemudian Lucianty datang, lalu Pahri meninggalkan kami. Ketika itulah Lucianty mengatakan, ‘alangke banyaknyo’. Jadi kalau tidak saya, dua kali saya ke rumah bupati, yakni di rumah dinas ketika Lucianty memberikan kopelan kertas dan di rumah pribadi bupati di Palembang,” jelasnya.

Masih diungkapkan Bambang, setelah melakukan pertemuan dengan Pahri dan Lucianty, tak lama kemudian Syamsudin Fei
datang ke DPRD Muba dan bertemu kepada pimpinan DPRD Muba di ruangan pimpinan.

“Saat itu saya tidak ikut, jadi tidak tahu apa yang dibicarakan mereka. Hingga akhirnya, saya tahu dari Syamsudin Fei jika uang konsisten yang merupakan uang suap Muba menjadi Rp 17,5 miliar,” ujarnya.

Dilanjutkannya, pemberian uang suap terjadi saat hendak dilakukan pembahasan APBD. Dimana ketika itu Syamsudi Fei menghubunginya untuk menyampaikan jika uang senilai Rp 2.650.000.000 (uang tahap satu) dari Rp 17,5 miliar telah ada. Lalu, iapun datang ke rumah Syamsudin Fei untuk melihat uang tersebut.

“Uang itu disimpan di dua tas besar, kemudian saya memerintahkan Ridwan alias Iwan mengambilnya yang kemudian uang dibawa ke rumah saya dan dibagikan Iwan kepada seluruh anggota DPRD Muba dengan rincian; empat pimpinan menerima masing-masing Rp 100 juta, ketua fraksi masing-masing menerima Rp 75 juta dan anggota DPRD Muba menerima masing-masing Rp 50 juta. Jadi, untuk uang suap tahap pertama ini 45 anggota DPRD Muba semuanya menerima. Setelah uang diterima barulah APBD dibahas. Namun saat akan dilakukan penandatangan berita acara, ternyata empat pimpinan kembali meminta uang Rp 400 juta. Untuk mendapatkan uang tersebut saya kembali menyampaikan kepada Syamsudin Fei dan kami meminjam uang kepada Lucianty hanya Rp 200 juta (tahap kedua), setelah uang itu diberikan kepada pimpinan, barulah APBD Muba tahun 2015 disetujui dan disahkan,” paparnya.

Sambung Bambang, dikarenakan uang suap belum dilunasi maka saat akan dilakukan pembahasan LKPJ, rapat di DPRD Muba tidak pernah qorum bahkan semua ketua fraksi menandatangi hak interplasi.

“Hal ini dikarenakan LKPJ 2014 terlambat diajukan oleh bupati ke DPRD. Kemudian hal itu saya sampaikan kepada Syamsudin Fei hingga akhirnya Syamsudin Fei kembali menghubungi saya untuk mengantarkan uang tahap ke tiga uang Rp 2.560.000.000 (uang tahap ke tiga bukti OTT KPK). Namun saat uang diantarkan ke rumah saya, kami ditangkap KPK,” tandasnya.

Sedangkan Adam Munandar dalam kesaksiannya mengatakan, jika dari uang suap tersebut dirinya hanya menerima Rp 75 juta yang diterimanya dari Iwan mantan sopir Bambang. Bahkan dirinya mengaku awalnya ia tidak mengetahui dan mendengar adanya uang suap konsisten.

“Saya tahunya saat diajak rapat internal dan setelah menerima uang Rp 75 juta itu,” tutupnya.

Baca Juga :   KPK Panggil Dua Komisaris PT Dirgantara Indonesia

Ditambahkan Parlidungan Harahap yang juga saksi kedua terdakwa, dirinya menerima uang Rp 225 juta dari Iwan. “Uang tersebut untuk saya selaku ketua fraksi sebesar Rp 75 juta, sedangkan untuk tiga anggota DPRD Muba dari partai saya masing-masing menerima, Rp 50 juta,” ujarnya.

Sementara Debi Irawan membantah menerima uang suap tersebut, karena dirinya hanya meminjam uang saja dari Faisyar sebesar Rp 10 juta.

“Saya tidak menerima uang suap. Kalau meminjam memang ada dengan Faisyar dan itu ditranfer Faisyar ke rekening saya,” tandasnya.

Kesaksian Debi Irawan di persidangan dibantah oleh Ridawan alias Iwan. Dikatakan Iwan, untuk uang suap tahap pertama dirinyalah yang membagikan kepada seluruh anggota DPRD Muba, berdasarkan perintah dari Bambang Kariyanto.

“Debi Irawan itu menerima Rp 255 juta, terdiri dari; Rp 75 juta untuk Debi dan Rp 150 juta untuk tiga anggota DPRD Muba dari partainya. Uang itu langsung saya berikan kepada Debi di mes DPRD Muba. Jadi, seluruh anggota DPRD Muba itu menerima uang suap tahap satu yang mulia Majelis Hakim,” ungkapnya.

Menanggapi keterangan tersebut membuat Mejelis Hakim, Saiman SH MH dan Junaidah SH MH mencecar dan mengamcam Debi Irawan dengan pidana keterangan palsu di persidangan.

“Saudara (Debi Irawan) sudah disumpah, kalau keterangan saudara tidak benar maka saudara bisa kami jerat dengan pindana keterangan palsu dengan ancaman 7 tahun penjara, JPU KPK catat ini,” tegas hakim.

JPU KPK Irene Putrie langsung menanggapai pertanyaan hakim. Dikatakannya, jika Debi Irawan kini telah menjadi tersangka dalam perkara ini dengan berkas terpisah.

“Izin Majelis Hakim, dalam perkara ini Debi Irawan
dan Parlindungan Harahap dengan total enam ketua fraksi DPRD Muba semuanya memang telah dijadikan tersangka dalam berkas terpisah,” tandasnya.

Pantauan di lapangan, dalam persidangan sempat terjadi perdebatan antara Bambang Kariyanto dengan kuasa hukum kedua terdakwa saat Bambang dimintai keterangan terkait kopelan kertas yang dibuat oleh Lucyanti, dan keterangan saksi di BAP.

Perdebatan reda, setelah mejelis hakim memberikan arahan jika persidangan bukanlah tempat untuk perdebatan melainkan untuk mencari fakta kebenaran.

Usai mendengarkan keterangan dari para saksi, persidangan kedua terdakwa ditutup Mejelis Hakim hingga pekan depan dengan agenda pemeriksaan ketarangan saksi-saksi lainnya.

Setelah sidang ditutup, tampak keluarga kedua terdakwa yang telah menunggu di bangku belakang ruang sidangan memeluk dan mencium pipi Pahri Azhari dan Lucianty.

Satu persatu keduanyapun memeluk keluarga dan kerabatnya, suasana harupun terlihat bahkan tampak Lucianty meneteskan air matanya ketika memeluk keluarganya.

JPU KPK Irene Putri usai persidangan mengatakan, terkait keterangan Bambang Kariyanto yang mengungkapkan jika tahun 2014 juga terjadi uang suap APBD, saat ini pihaknya belum dapat mengungkapkan, apakah akan ada proses hukum terkait hal itu.

“Saya belum bisa bilang sekarang, kita lihat dulu fakta-fakta persidangan selanjutnya. Namun yang jelas perkara ini terus diproses apalagi yang terbaru enam tersangka kan sudah ditetapkan KPK. Sedangkan terkait keterangan Pahri yang selalu diam saat Syamsudin Fei dan Bambang menyampaikan permintaan uang suap, kami menduga itu hanya peran saja, karena kami menduga Pahri juga ada peran dibalik perannya Lucianty. Karena Luciyanti kan bukan anggota DPRD Muba dan pejabat Pemkab Muba, dalam perkara ini diakan hanya isteri bupati,” tandasnya. (ded)





Publisher : Fitriyanti

Lihat Juga

Mantan Sekda Palembang Diperiksa Kejati Sumsel Terkait Dugaan Korupsi Pasar Cinde Mangkrak

Palembang, KoranSN Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Palembang, Harobin Mustofa, Selasa (3/10/2023) diperiksa Kejati Sumsel …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!