
SIAPA yang menyangka sampai awal bulan April 2016 ini musim penghujan masih terjadi. Mestinya pada pertengahan Februari, curah hujan tidak tinggi lagi. Tetapi kenyataannya, sampai sekarang curah hujan masih sangat tinggi. Dampaknya? Bisa diterka, hal-hal negatif karena curah hujan terlalu tinggi mulai datang. Bahkan di Pemulutan Ogan Ilir (OI) pelaksanaan UN terganggu karena air yang naik dan masuk ke gedung sekolah.
Semua daerah di Sumsel saat ini rata-rata harus repot berurusan dengan tingginya debit air hujan dan sungai. Padi yang baru ditanam terendam dan berakibat busuk adalah kondisi yang harus diderita petani kita. Ancaman gagal panen dan fuso di depan mata, musim paceklik dan hidup susah siap menghadang. Bahkan di Pagaralam ada saluran irigasi yang rusak karena derasanya air hujan.
Dampak curah hujan yang tinggi bukan hanya sampai disitu. Saat ini berita tanah longsor, banjir bandang, jalan terputus, aliran sungai yang sangat deras hingga membabat perkampungan sudah terjadi. Hal ini tak dapat dihindari, karena air yang turun dari langit seakan tak terhenti. Di OKU Selatan tanah longsor menutupi jalan dan membuat jalur lalulintas menjadi tersendat.
Alam yang sangat tak bersahabat dan musim yang tak bisa diterka sekarang, harus menjadi evaluasi kita bersama. Dampak perusakan hutan yang membabi buta ditambah penegakan supremasi hukum untuk yang melanggar sangat lembek, adalah salah satu faktor yang membuat bumi tak lagi ramah.
Secara umum kita sebut saja, di Sumsel saat ini masih saja terjadi pebabatan hutan. Padahal hutan yang ada paru-paru dunia (ingat hutan tropis di Sumatera adalah penyangga kestabilan iklim bumi). Dapat kita sebut, banyak sekali akal-akalan orang yang terus membabat hutan.
Perusakan hutan yang membabi buta ini mengakibatkan dampak global warming, yang muaranya ke iklim yang tak seimbang dan tak bersahabat. Siapa menyangka di Palembang saat ini terjadi pasang naik dan mulai merendam perkampungan. Ini didasari, puncak musim hujan biasanya jatuh pada bulan Desember-Januari.
Sekarang ini bagaimana dengan antisipasi banjir karena air pasang dan tingginya curah hujan ini. Jangan sampai kondisi ini membuat gerak rakyat menjadi statis, karena harus menerima dampak buruk dari musim hujan yang tak dikira-kira. Mulai dari penyakit musiman, sampai ke jatuhnya korban karena dampak banjir.
Kemudian antisipasi jangka panjang yang harus dilakukan, ditegaskan untuk meremajakan kembali hutan dan alam yang sudah rusak. Jangan dong! Program peremajaan hujan hanya dijadikan ajang seremonial, kemudian hilang begitu saja. Mari kita bergerak, untuk melihat begitu banyak hutan di Bukit Barisan sepanjang Provinsi Sumsel sudah hilang dan hanya tersisa tanah merah. Kondisi ini hanya menunggu bom waktu, terjadinya dampak yang sangat buruk, kalau tak segera diantisipasi. (Agus Harizal)


