OJK: Sertifikat Tanah Sengketa, Tak Boleh Dapat Kredit Bank





 

ojk

Palembang, SN
Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumsel Patahuddin menungkapkan, pihak bank tidak diperbolehkan mencairkan kredit yang diajukan debitur (pengaju kredit), apabila agunan (jaminan) yang diajukan untuk meminjam uang merupakan sertifikat tanah sengketa. Jika hal ini terjadi merupakan pelanggaran dan termasuk dalam tindak pidana.
Menurutnya, tidak dipungkiri terkadang masih ada debitur nakal yang melakukan segala cara agar pinjaman kredit yang diajukan ke bank bisa lolos dan cair. Untuk itulah, pengawasan terus dilakukan OJK Sumsel kepada perbankkan di Sumsel.

“Sebelum mencairkan kredit, sudah kewajiban pihak bank harus terlebih dahulu melakukan tahapan-tahapan penelitihan. Hal ini dilakukan agar di masa mendatang jangan sampai muncul kasus tindak pidana. Untuk itu pihak bank harus melakukan prinsip kehati-hatian, saat debitur mengajukan pinjamannya dan ini sudah menjadi SOP perbankkan. Penelitian agunan dilakukan, untuk meyakinkan legalitas dari agunan tersebut,” katanya.

Dilanjutkannya, banyak hal yang harus dilakukan sebelum kredit dicairkan atau dikucurkan ke pengaju kredit, ataupun pengusahan yang akan meminjam uang. Diantaranya, pihak bank harus meninjau ke lokasi lahan yang dijadikan jaminan atau melakukan pengecekan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Hal ini dilakukan, untuk memastikan agunan yang diajukan legal sebelum kredit dicairkan oleh bank.

“Tentunya, banyak sanksi bagi pegawai bank jika hal ini terjadi. Karena prinsipnya pegawai bank yang menerima agunan lahan sengketa hingga uang pinjaman cair merupakan pelanggaran. Adapun sanksinya bagi pegawai bank yang mencairkan kreditnya, tidak bisa menjadi pejabat bank dan tidak dapat lulus fit and profer test serta tes kenaikan jabatan lainnya,” ungkapnya.

Baca Juga :   Terbiasa Dengan Penumpasan Kasus Kriminalitas

Masih dikatakannya, OJK berdiri sejak tahun 2013 dan mulai efektif pada tahun 2014. Berdasarakan Undang Undang OJK memiliki tugas pengawasan terhadap seluruh industri jasa keuangan termasuk perbankkan.

“Kalau sebelum OJK ada, pengawasan perbankkan ini dilakukan Bank Indonesia. Sedangkan pengawasan non bank dilakukan Departemen Keuangan. Namun, sejak OJK ada sesuai Undang-Undang kita yang langsung melakukan pengawasan baik kepada perbankkan maupun non perbankkan,” ungkapnya.
Dijelaskannya, pengawasan yang dilakukan terbagi menjadi dua yakni, pengawasan aktif atau pengawasan langsung serta pengawasan tidak aktif atau pengawasan tindak langsung. Untuk pengawasan langsung, OJK memiliki kewewenangan melakukan pemeriksaan secara turun langsung ke lapangan terhadap semua bank minimal satu kali dalam satu tahun.

Sedangkan untuk pengawasan tidak langsung, lanjut Patahuddin, OJK menerima laporan secara periodik dan rutin yang disampaikan oleh semua bank.
Bahkan sudah diatur dalam Undang Undang bahwa sudah kewajiban pihak bank untuk menyampaikan laporannya ke OJK, setelah laporan diterima maka akan diperiksa dan dilakukan penelitian oleh OJK.

“Dengan pemeriksaan secara langsung kita dapat menemukan indikasi kasus kredit macet ataupun kasus kredit fiktif yang terjadi disuatu bank. Kita juga sudah tahu apa tindakan yang akan dilakukan termasuk jika ditemukan tindak pidana perbankkan. Jadi, semua pelangaran kita tindaklanjuti apalagi saat ini OJK diberikan kewenangan Undang-Undang untuk melakukan penyelidikan. Dengan demikian temuan yang ditemukan OJK dapat cepat diproses karena kini OJK telah memiliki penyidik sendiri,” terangnya.

Baca Juga :   Indriati Lukitasari: Kerja Dibuat Fun

Sementara saat ditanya, berapa jumlah pelanggaran perbankkan sejauh ini yang telah ditemukan OJK Sumsel? Menurut Patahuddin, di Palembang dan di Sumsel memang ada beberapa pelanggaran. Namun sayangnya, ia tidak merincikan secara jelas pelanggaran yang dimaksud lantaran masih dalam proses.

“Ya, kalau untuk jumlah pelanggarannya dikatakan banyak, namun relatif. Sedangkan untuk sanksi yang diberikan terhadap bank yang melakukan pelanggaran dilihat dari jenis pelanggaran serta permasalahannya. Sanksi terberat, bisa dicabut atau dilikuidasi. Saat ini kan sudah banyak di Indonesia. Tapi, untuk di Sumsel belum ada,” ungkapnya. (ded)
====







Publisher : Ferdin Ferdin

Pewarta Harian Suara Nusantara, www.koransn.com, Mingguan Suara Negeriku.

Lihat Juga

Muddai Madang : “Bukan Saya Tak Cinta Lagi SFC”

JANGAN sangsikan kecintaannya terdahap dunia olahraga, khususnya sepakbola. Untuk hal yang satu ini, dia bahkan …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!