


Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumsel Indra Zuardi, Senin (15/6) berkeyakinan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang merupakan lembaga audit negara pasti ada Standard Operating Procedure (SOP) untuk batasan waktu dalam melakukan penyelesaian audit kasus dugaan korupsi yang diminta penyidik polri maupun jaksa.
Indra menilai, apabila penyelesaian audit melampaui batasan waktu, maka itu termasuk pelanggaran mal administrasi serta pelanggaran peraturan yang dimiliki oleh lembaga audit negara itu sendiri.
“Tidak mungkin tidak ada SOP nya, pasti ada. Misalnya, 10 hari ataukah 30 hari. Apalagi, jika semua dokumen dan persyaratan yang diminta auditor telah dilengkapi oleh penyidik, tidak ada alasan untuk memperlambatnya. Jika disangaja, tentunya itu melanggar SOP, dan itu termasuk pelanggaran, ” tegasnya.
Namun meskipun Indra berkeyakinan jika BPK memiliki SOP batasan waktu dalam melakukan audit, ia tidak menuding jika lambannya hasil audit yang dihitung BPK sengaja diperlambat. Sebab, tidak menutup kemungkinan, lambatnya audit karena BPK memiliki kekurangan tenaga SDM dalam melakukan audit yang diminta oleh penyidik polri dan jaksa.
“Bisa jadi BPK kekurangan tenaga auditornya. Tapi saya yakin BKP profesional dalam melakukan audit. Namun, jika SDM memadai, dokumen yang akan diaudit semuanya telah dilengkapi penyidik, tapi auditnya masih lamaban. Ya, tentunya itu harus dipertanyakan. Kalau disengaja dilambat-lambati ya jelas pelanggaran,” katanya.
Masih dikatakan Indra, apapun hasil dari audit yang telah dilakukan, apakah hasilnya ada kerugian negara atau tidak. Pihak BPK dalam hal ini mesti melaporkannya ke penyidik dan disampaikan ke masyarakat.
“Untuk itu, Ombudsman RI Perwakilan Sumsel menegaskan agar BKP RI Perwakilan Sumsel harus terbuka dan menyampaikan ke masyarakat, apapun hasil auditnya, jelas tidak boleh ditutup-tutupi karena masyarakat berhak mengetahui hal itu,” tandasnya.
q Kasus Disdik Kota Palembang
Sementara di tempat terpisah, Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Palembang, Nauli Rahim Siregar mengungkapkan, Kejari Palembang hingga kini masih menunggu hasil audit dalam kasus dugaan korupsi DAK (Dana Alokasi Khusus) Tahun 2013 di Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Palembang yang diaudit oleh BPK.
“Hingga saat ini kita masih menunggu hasil auditnya dari BPK, yang juga belum keluar-keluar,” ucapnya singkat saat dihubugi kemarin siang. Bahkan sebelumnya Kasubdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumsel AKBP Imran Amir mengungkapkan, hingga kini penyidik masih menunggu hasil audit kerugian negara dari BPK RI Perwakilan Sumsel, untuk kasus dugaan korupsi pajak kendaraan roda dua dan roda empat tahun 2012 di Samsat Palembang, kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Tempat Pemakaman Umum (TPU) Baturaja Timur OKU Tahun 2012, serta audit kasus dugaan kucuran kredit Bank Sumsel Babel dan BNI kepada PT Campang Tiga.
“Penyidik telah melengkapi dokumen dan persyaratan untuk menghitung kerugian negara ke BPK. Tapi, hasil auditnya juga belum keluar. Hasil audit, sangatlah penting untuk mengungkap kasus dugaan korupsi. Bagaimana berkas perkaranya mau maju ke jaksa apabila hasil auditnya belum keluar-keluar,” ungkapnya.
Terkait lambannya hasil audit kerugian negara yang dilakukan, sebelumnya Kepala BPK RI Perwakilan Sumsel I Gede Kastawa, saat diwawancarai, Senin (23/3) lalu seusai melakukan audit rutin di Mapolda Sumsel telah mengungkapkan, dalam melakukan audit kerugian negara pihaknya sangat berhati-hati setiap melakukan penghitungan.
Hal ini dikarenakan, hasil penghitungan yang dikeluarkan BPK merupakan garda terdepan dalam mengungkap kasus dugaan korupsi. Untuk itulah, BPK sangat hati-hati agar jangan sampai saat di pengadilan BPK digugat karena terjadi kesalahan dalam penghitungannya.
“Kami tidak ada yang membackup-backup, bahkan sampai sekarang saya tidak pernah bertemu dengan ‘kline’. Jadi, tidak ada yang perlu dicurigain, setiap melakukan penghitungan kerugian negara kami lakukan secara profesional,” ucapnya.
Dilanjutkannya, sedangkan untuk kasus dugaan kucuran kredit dari bank Sumsel Babel dan BNI ke PT Campang Tiga. Diakui, I Gede Kastawa, memang pihaknya mengalami kesulitan dalam menghitung kerugian negaranya. Ini dikarenakan, PT Campang Tiga hingga kini masih membayarkan angsuran ke dua bank pemerintah tersebut.
“Memang kasus dugaan ini sangat kompleks dan rumit, kalau terus dibayar angsurannya dimana letak kerugian negaranya. Karena penghitungan kerugian negara baru bisa dilakukan apabila cicilannya tidak berjalan. Jadi, kalau pengaju kredit terus membayarnya maka tidak ada kerugian negaranya,” ujarnya belum lama ini. (ded)

