Sidang Suap Muba, Bupati Muba Non aktif Pahri Azhari dan Lucianty Mengeluh Sakit

foto/Ferdinand D/koransn
Bupati Muba Non aktif Pahri Azhari dan Lucianty Mengeluh Sakit saat menghadiri persidangan PN Tipikor Kelas I Palembang, Kamis kemarin (31/3/2016).– Foto-Ferdinand deffryansyah/koransn

Koransn.com, Palembang.
Bupati Muba non aktif Pahri Azhari dan isteri Lucianty terdakwa dugaan kasus suap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah Muba tahun 2014 dan pengesahan APBD Muba tahun 2015, Kamis (31/3) melalui kuasa hukumnya Fadil mengeluh sakit dan meminta izin kepada Mejelis Hakim agar dapat keluar dari Rutan untuk berobat ke rumah sakit.

Hal itu terungkap dalam sidangan kedua terdakwa dengan agenda keterangan saksi dari terdakwa empat mantan pimpinan DPRD Muba; Riamon Iskandar (mantan Ketua DPRD Muba), Aidil Fitri, Islan Hanura, Darwin AH (mantan wakil Ketua DPRD Muba), serta saksi dari Sekda Muba Sohan Majid yang semuanya dihadirkan JPU KPK menjadi saksi Pahri dan Lucianty, di persidangan PN Tipikor Kelas I Palembang.

Fadil tim kuasa hukum Pahri Azhari dan Lucianty di persidangan mengungkapkan, selama ditempatkan di dalam Rutan membuat kesehatan Pahri dan Lucianty menurun. Dari itu ia selaku kuasa hukum kedua terdakwa meminta agar Majelis Hakim memberikan izin kepada kedua terdakwa agar dapat berobat ke Rumah Sakit Siti Khodijah Palembang.

“Memang dalam sidang sebelumnya Majelis Hakim dan JPU KPK telah memberikan izin kepada Lucianty untuk berobat ke rumah sakit. Senin kemarin, kesehatan Lucianty sudah diperiksa di Rumah Sakit Siti Khodijah, hasil pemeriksaan diketahui jika Lucianty mengalami pembekakan jantung dan pembekakan di kakinya. Bahkan Lucianty juga menderita ganguan ginjal. Untuk itu kami meminta agar Majelis Hakim kembali memberikan izin berobat jalan kepada Lucianty. Selain itu, kami juga meminta agar hakim memberikan izin berobat ke kepada Pahri. Karena kesehatan Pahri kini juga menurun, dari itu kami juga meminta agar Pahripun diizinkan untuk melakukan cek kesehatan guna mengetahui kondisi penyakit lama yang hingga kini dideritanya,” katanya.

Menanggapi permintaan kedua terdakwa, Ketua Majelis Hakim Saiman SH MH mengungkapkan, izin kedua terdakwa ke luar Rutan untuk berobat harus dilakukan sesuai dengan prosedur hukum. Dari itu Majelis Hakim terlebih dahulu meminta surat rekomendasi dari dokter di Rutan yang menyatakan jika kedua terdakwa mesti mendapatkan perawatan oleh dokter di rumah sakit yang ada di luar Rutan.

“Bukannya kami mau mempersulit, tapi izin yang diberikan harus sesuai dengan prosedur dari itu kami meminta surat rekomendasi dari dokter terlebih dahulu. Pada sidang berikutnya surat rekomendasi tersebut bisa diajukan terdakwa kepada majelis hakim untuk diteliti terlebih dahulu,” tegas hakim.

Hal senada juga diungkapkan JPU KPK Wawan Yunarwanto. Ia mengatakan, eksekutor dan pengawalan saat kedua terdakwa keluar Rutan yakni KPK. Untuk itulah JPU KPK pun meminta surat rekomendasi kesehatan kedua terdakwa dari dokter yang ada di Rutan.

“Kedua terdakwa kan meminta izin berobat jalan ke rumah sakit, maka kami dari JPU KPK tidak keberaratan. Asalkan ada rekomendasi surat dokter dan penetapan dari Majelis Hakim,” ujarnya.

Sementara di persidangan, dari empat mantan pimpinan DPRD Muba yang menjadi saksi terdakwa Pahri dan Lucianty. Hanya saksi Darwin AH yang membantah dan berkeras, jika ia tidak pernah menerima uang suap Muba.

Dikatakan Darwin AH, jika dirinya tidak pernah menerima uang suap Rp 100 juta yang merupakan bagian dari uang suap tahap satu dengan total Rp 2.650.000.000 (telah habis dibagikan kepada anggota DPRD Muba). Selain itu iapun merasa tidak pernah menerima uang tahap kedua Rp 50 juta dari total uang tahap kedua Rp 200 juta (untuk empat mantan pimpinan DPRD Muba).

“Yang mulia Majelis Hakim, saya tidak pernah menerima uang suap, baik yang Rp 100 juta maupun yang Rp 50 juta. Yang mengatakan saya menerima itukan hanya kata-katanya, tapi saya tidak pernah sama sekali menerima uang suap itu,” tegas Darwin.

Baca Juga :   Gunung Merapi Luncurkan 18 Kali Guguran Lava Pijar ke Barat Daya

Mendengarkan keterangan Darwin AH, membuat Majelis Hakim Saiman SH MH dan Jumaidah SH MH mencecar pertanyaan kepada saksi Darwin AH.

Dikatakan hakim, jika keterangan Darwin AH berbeda jauh dengan kesaksian Bambang Kariyanto (terpidana) yang sebelumnya juga telah dihadirkan menjadi saksi di persidangan tersebut.

Kemudian hakim mengajukan pertanyaan terkait kesaksian Bambang yang di persidangan sebelumnya Bambang telah mengungkapkan, jika kopelan kertas bertuliskan nominal penawaran uang suap Muba dari Rp 20 miliar hingga menjadi Rp 13,8 miliar dari terdakwa Lucianty, diperlihatkan Bambang kepada Darwin.

“Karena dalam kesaksian Bambang setelah kopelan kertas itu dilihat saudara (Darwin AH), lalu saksi melihat nominalnya menjadi Rp 13,8 miliar. Kemudian saudara Darwin mengatakan, ini namanya penghinaan hingga kopelan kertas itupun dibuangkan, apakah benar itu,? tanya hakim kepada Darwin.

“Itu tidak benar Mejelis Hakim. Kopelan kertas itu tidak pernah saya lihat,” jawab Darwin AH.

Hakim pun kembali mengajukan pertanyaan kepada Darwin AH, terkait kehadirannya dalam rapat internal antara pimpinan DPRD dan ketua fraksi, serta pertemuan yang dilakukan pimpinan DPRD dengan Sekda Muba di kantor Bappeda.

“Saudara Darwin, anda mengaku tidak menerima uang suap. Padahal saksi lainnya mengukapkan anda terima uang suap baik yang Rp 100 juta maupun yang Rp 50 juta. Saya harap anda jujur di persidangan ini, karena saudara bisa kita jerat pidana keterangan palsu. Sekarang katakan sejujurnya, apakah saudara hadir dalam rapat internal pembahasan uang suap di DPRD Muba, serta pertemuan di Bappeda yang tujuannya mempertanyakan uang suap kepada Sekda Muba,” tegas hakim.

Pertanyaan yang diajukan Mejelis Hakim kembali dibantah oleh Darwin. Bahkan Darwin berkeras tidak mengetahui adanya permintaan uang suap Muba dalam perkara ini.

“Kalau rapat internal memang ada. Tapi tidak membahas uang konsisten suap. Saat itu, saya hanya membahas dan mempertanyakan program-progam saya yang tidak direalisasikan. Sedangkan untuk pertemuan dengan Sekda Muba di Bappeda saat itu saya tidak hadir. Pak Hakim yang mulia, sejak awal dugaan kasus suap Muba ini saya tidak tahu. Dan saya juga tidak pernah mempertanyakan kepada Bambang Kariyanto, sebab meskipun di DPRD Muba saya menjabat wakil pimpinan namun di partai Bambang itu ketua partai saya. Jadi jika saya banyak tanya, bisa-bisa saya di PAW,” tandasnya.

Dikarenakan Darwin AH tidak mengaku telah menerima uang suap, membuat JPU KPK memutarkan rekaman penyadapan percakapan di handphone (HP) antara Islan Hanura dengan Darwin AH.

Dalam percakapan itu, Darwin AH mempertanyakan kapan dirinya bisa menerima bagian uang yang diduga uang bagian dari uang suap DPRD Muba.

Setelah mendengarkan rekaman, Mejelis Hakim mempertanyakan apakah suara di dalam rekaman tersebut merupakan suara dari Darwin AH dan Islan Hanura.

“Tidak tahu Majelis Hakim itu bukan suara saya. Jadi saya benar-benar tidak tahu,” ucap Darwin.

Sementara kesaksian Islan Hanura yang juga dihadirkan di persidangan membenarkan, jika dalam rekaman percakapan tersebut merupakan suara dirinya dan Darwin AH.

“Benar Majelis Hakim, suara rekaman itu adalah suara saya dan Darwin AH. Kami mengobrol di HP itu untuk membicarakan soal uang suap komitmen itu,” ungkap Islan Hanura.
Lebih jauh dalam kesaksiannya Islan Hanura mengakui, dirinya menerima uang suap tahap pertama dan uang suap tahap kedua.

“Yang tahap pertama saya terima Rp 100 juta. Sedangkan uang tahap kedua Rp 50 juta. Kalau uang tahap kedua totalnya ada Rp 200 juta, saya yang menerima semuanya dari Bambang Kariyanto untuk empat pimpinan DPRD Muba, termasuk saya. Setelah diterima, uang itu saya berikan kepada Riamon Iskandar Rp 50 juta, Aidil Fitri Rp 50 juta, dan Darwin AH Rp 50 juta. Uang itu saya berikan kepada mereka saat kami berada di Hotel Swarnadwipa usai rapat evaulasi APBD di mes perwakilan di Palembang. Jadi, Darwin AH juga menerima bagian uang Rp 50 juta, sebab kan saya yang langsung memberikannya kepada Darwin AH. Kalau untuk uang bagian tahap satu Rp 100 juta, saya tidak tahu, Darwin menerima atau tidak. Karena yang membagikannya Bambang dan Ridwan alias Iwan (mantan sopir Bambang),” tutupnya.

Baca Juga :   Satgas Fokus Tanggulangi Karhutla di 5 Kecamatan di OKI

Sedangkan Riamon Iskandar dalam kesaksiannya menyatakan, dirinya menerima bagian uang tahap satu yang diserahkan Bambang melalui ketua fraksi dari partainya Ujang M Amin (tersangka berkas terpisah), dan uang tahap kedua yang diterimanya dari Islan Hanura.

“Kalau untuk uang tahap satu saya tidak menerima Rp 100 juta namun saya hanya terima Rp 99 juta. Saya tidak tahu, karena saat itu ketua fraksi dari partai saya, Ujang M Amin yang memberikannya. Sedangkan untuk uang suap tahap kedua, saya terima Rp 50 juta dari Pak Islan Hanura,” ujarnya.

Lebih jauh Riamon Iskandar mengungkapkan, terkait pertemuan rapat internal yang dilakukan pimpinan DPRD Muba saat itu bersama ketua fraksi di ruang kerjanya. Menurutnya, dalam rapat internal itu tidak ada yang membahas uang suap komitmen.

“Tidak ada pembahasan, ketika itu tiba-tiba saja Bambang Kariyanto bersama ketua fraksi dan tiga wakil pimpinan DPRD Muba masuk ke ruangan saya. Setelah semuanya berada di ruang kerja, Bambang menyampaikan jika kita (DPRD Muba) akan menerima uang dari Pemkab Muba terkait pembahasan APBD dan LKPJ. Itu saja, yang disampaikan Bambang, kemudian kami bubar,” jelasnya.

Kemudian dalam kesaksian Aidil Fitri, dirinya mengaku, tidak mengatahui persis dugaan kasus suap Muba. Namun dirinya mengaku menerima bagian uang suap tahap pertama Rp 100 juta dan uang tahap ke dua Rp 50 juta.

Usai mendengarkan kesaksian empat mantan pimpinan DPRD Muba, kini giliran Sekda Muba Sohan Majid duduk di kursi persakitan menjadi saksi terdakwa Pahri Azhari dan Lucianty.
Dikatakan Sekda, dugaan kasus suap Muba ini diketahuinya saat mantan pimpinan DPRD Muba menggelar pertemuan bersamanya di kantor Beppeda Muba.

“Dalam pertemuan itu dihadiri oleh tiga wakil pimpinan yakni; Aidil Fitri, Islan Hanura dan Darwin AH. Selain itu juga ada Bambang Kariyanto. Sedangkan dari Pemkab Muba dihadiri; saya selaku Sekda, Syamsudin Fei dan Faisyar (dua terpidana). Dalam pertemuan itu tiga wakil DPRD Muba dan Bambang meminta uang kepada kami agar DPRD Muba dapat membahas APBD dan LKPJ. Jumlah permintaannya saya tidak tahu berapa. Karena saat mereka menyampaikan permintaan uang, saya menolak hingga terjadi adu argumen antara kami. Pertemuan malam itu sampai pukul 00.00 WIB, tidak ada keputusan dan kami tetap menolak permintaan DPRD Muba,” paparnya.

Setelah pertemuan itu, lanjut Sekda Muba, dirinyapun  menyampaikan kepada Pahri Azhari Bupati Muba saat itu hingga akhirnya Pahri melakukan rapat di Pemkab Muba, yang dihadiri seluruh kepala dinas di Pemkab Muba.

“Saat saya sampaikan ke Pahri, saat itu Pahri diam saja. Lalu dilakukan rapat di Pemkab Muba. Ketika itulah Pahri menyampaikan kepada seluruh kepala dinas agar jangan ada yang memberikan uang kepada DPRD Muba. Jika ada yang memberikan menjadi tangungjawab masing-masing,” tandasnya.

Usai mendengarkan keterangan saksi, Ketua Mejelis Hakim  menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda pemeriksaan terdakwa Pahri Azhari dan Lucianty.
Terpisah di luar sidang JPU KPK Wawan Yunarwanto mengatakan, fakta persidangan jika saksi Riamon Iskandar, Aidil Fitri dan Islan Hanura mengaku menerima uang suap Muba. Hanya saja saksi Darwin AH yang bekeras tidak menerima uang Suap meskipun saksi lainnya mengungkapkan Darwin juga menerima.

“Jadi dalam perkara ini JPU KPK dan Majelis Hakim tidak hanya menilai dari satu keterangan saksi saja namun dari keterangan semua saksi-saksi. Terkait Darwin AH apakah yang bersangkutan dapat dijerat keterangan palsu, itu nanti saat putusan akhir persidangan. Yang jelas dalam perkara ini Darwin AH, kan sudah menjadi terdakwa. Dari itu untuk keterangan palsu itu nanti sebab JPU dan hakim  akan menilainya,” tandasnya. (ded)





Publisher : Ferdin Ferdin

Pewarta Harian Suara Nusantara, www.koransn.com, Mingguan Suara Negeriku.

Lihat Juga

Jokowi Tekankan Peta Jalan Indonesia Digital Harus Detail dan Taktis

Jakarta, KoranSN Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan bahwa peta jalan Indonesia digital harus disusun secara …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!