
LUAS hutan di Sumsel jelas kini makin berkurang. Hal ini disebabkan pembalakan liar yang terus membabibuta.
Bila kita melakukan perjalanan ke beberapa daerah yang dulunya dikenal dengan keasrian alamnya, saat ini akan terkejut. Begitu banyak bukit gundul akibat pembalakan hutan yang dilakukan secara semena-mena.
Bingung juga mengapa ini bisa terjadi, karena harusnya pengawasan yang paling utama adalah di pemerintah setempat. Tetapi kembali ke faktor utama. Percepatan ekonomi yang selalu digaungkan, membuat semuanya lupa menjaga alam. Di Sumsel sendiri tingkat degradasi hutan setiap tahunnya terus ada dan diyakini tinggi, ini akibat pembalakan hutan dan alih fungsi hutan menjadi Hutan Tanaman Industri atau perkebunan kelapa sawit. Ini untuk kondisi perubahan lahan hutan menjadi lahan produksi. Yang belum terdata seperti pembalakan liar, pembukaan lahan perkebunan dengan pola ladang berpindah, masih banyak.
Dampak kerusakan hutan untuk keseimbangan alam sangat banyak, akibat yang terbesar adalah daya serap Daerah Aliran Sungai (DAS) saat hujan akan berkurang, yang dapat menyebabkan banjir.
Saat musim kemarau, daerah-daerah yang menjadi kantong menjadi tandus. Jadi jangan heran, saat ini banyak anak sungai yang makin surut dan menghilang. Dari sekian banyak akibat kerusakan yang paling dirasakan, adalah banjir. Seringkali kita dengar suatu daerah yang dulunya dikenal dengan hutan lebatnya tiba-tiba tertimpa banjir bandang.
Kerusakan hutan di Sumsel harus segera dicegah. Kuncinya ada di pemerintah, apalagi saat ini perangkat undang-undanng, peraturan pemerintah, bahkan peraturan daerah tentang upaya penyelamatan alam sangat lengkap. Sekarang bagaimana penguasa untuk tegas terhadap semua orang yang merusak hutan. Ini dilakukan agar alam Sumsel yang masih dikenal dengan keasriannya tetap terjaga. (Agus Harizal)