

Palembang, KoranSN
Serikat Pekerja Pertamina Seluruh Indonesia (SPPSI) memprotes pernyataan yang mengaitkan tingginya harga tiket pesawat domestik disebabkan mahalnya harga bahan bakar avtur.
Pernyataan tersebut dikatakan Ketua Umum SPPSI Jakarta, M Syafirin didampingi Sekjen SPPSI Jakarta, M Anis, Dewan Penasehat SPPSI Jakarta, Noviandri, Ketua SPPRU 3 Plaju, M Yunus dan Sekjend, Herman Sudrajat dan Ketua Umum SP3N Pertamina, Yohan Effendi di gedung Lahendong Sei Gerong, kemarin.
Dikatakannya, SPPSI menolak pernyataan Presiden RI, Jokowi yang menyebut pemicu mahalnya harga tiket pesawat karena tingginya harga Avtur dari Pertamina.
“Presiden benar-benar mengkambinghitamkan Pertamina. Avtur disebut sebagai pemicu utama kenaikan harga tiket. Ini sangat mustahil dan sangat tidak berdasar,” katanya.
Dikatakannya, banyak faktor yang menyebabkan kenaikan harga tike diantaranya tingginya biaya operasional pesawat, biaya maintence serta biaya lainnya sehingga harga Avtur bukan satu-satunya. Mengacu data pun, sejak Oktober hingga Januari harga Avtur mengalami penurunan siginifikan mengikuti harga minyak dunia yang ikut tergerus. Terakhir pada awal Februari harga kembali turun dari sebelumnya Rp 10.800/liter kini hanya dikisaran Rp 9800an/liter.
“Pertamina saat ini telah memberikan harga avtur yang kompetitif berdasarkan perhitungan biaya pasokan, dollar dan komponen biaya lainnya,” ujarnya.
Menurutnya, pernyataan Jokowi dinilai tidak berdasar sama sekali. Jika dibandingkan negara lain, harga Avtur produksi Pertamina diklaim lebih murah, seperti Thailand, Vietnam dan Jepang. Hanya memang dibandingkan Singapura selisih diatas sedikit. Di Singapura 2,02 USD, di Indonesia sekitar 2,3 USD.
“Jauh lebih tinggi dibandingkan Brunai atau Laos sekitar 2,52 USD,” katanya.
Sementara itu Ketua Penasehat Serikat Pekerja Pertamina RU III Sumbagsel, Solihin mengaku keberatan jika Pertamina dituding memonopoli avtur dan dikambing hitamkan penyebab harga tiket pesawat melambung tinggi. Dalam waktu dekat serikat pekerja akan akan melakukan pertemuan khusus
dengan para Direksi agar mendorong pemerintah mencabut pernyataan tersebut.
“Jika tidak, serikat pekerja secara kompak siap melakukan aksi industriliasasi,” tegasnya.
Ditambahkannya, saat ini kilang RU 3 masih memproduksi avtur dengan kapasitas 10 ribu kiloliter/bulan. Untuk konsumsi capai 6000 sampai 10 ribu kiloliter/bulan, juga disumbang dari kilang balongan, Cilacap dan Dumai. (ima)


