
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Kelas I A Palembang yang diketuai Parlas Nababan, Senin (16/11) menjatuhkan vonis hukuman pidana kepada terdakwa Syamsudin Fei (Kepala DPPKAD Muba) dan terdakwa Faisyar (Kepala BAPPEDA Muba) dengan hukuman penjara 2 tahun 6 bulan.
Hukuman yang dijatuhkan hakim kepada terdakwa kasus dugaan suap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah Muba tahun 2014 dan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Muba tahun 2015 ini, lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dimana dalam sidang
sebelumnya, dengan agenda tuntutan terdakwa Syamsudin Fei dan Faisyar dituntut jaksa dengan pidana 2 tahun penjara. Saat membacakan putusan atau vonis kedua terdakwa di persidangan, Ketua Majelis Hakim, Parlas Nababan mengungkapkan,
dalam perkara ini, Majelis Hakim menolak keputusan KPK yang menyatakan jika terdakwa sebagai ‘Justice Collaborator’ atau tersangka dan saksi yang telah bekerja sama hingga dapat mengungkap tersangka lainnya.
Karena kedua terdakwa bukanlah pelaku utama jadi
Majelis Hakim menolak pembelaan (Pledoi) terdakwa dan juga penetapan keduanya sebagai Justice Collaborator,” katanya dalam persidangan di PN Tipikor Kelas I A Palembang. Masih diungkapkannya, sedangkan untuk pasal yang disangkakan kepada kedua terdakwa, Majelis Hakim memiliki pendapat
yang sama dengan JPU, dimana terdakwa Syamsudin Fei dan Faisyar disangkakan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.
Maka dengan ini Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Kelas I A Palembang menyatakan jika terdakwa Syamsudin Fei dan Faisyar terbukti bersalah, melakukan tindak pidana secara bersama-sama dan berlanjut. Keduanya, dijatuhkan hukuman pidana dengan hukuman 2 tahun 6 bulan penjara, masing-masing terdakwa didenda Rp 50 juta. Apabila uang denda tidak dibayar maka akan diganti dengan kurungan, selama tiga bulan penjara,” tegas Parlas Nababan.
Masih dikatakannya, pidana yang diberikan kepada kedua terdakwa berdasarkan fakta persidangan, barang bukti, serta keterangan saksi-saki yang membuktikan jika terdakwa Syamsudin Fei dan Faisyar telah memberikan sejumlah uang suap kepada DPRD Muba melalui terdakwa Bambang Kariyanto dan Adam Munandar (perkara terpisah) untuk mengesahkan LKPJ Kepala Daerah Muba tahun 2014 dan pengesahan APBD Kabupaten Muba tahun 2015.
Uang tersebut diberikan ke DPRD secara bertahap melalui terdakwa Bambang Kariyanto. Untuk tahap pertama, uang suap Rp 2.650.000.000 diserahkan 2 Februari 2015 atau saat akan dilakukan pembahasan APBD 2015 di DPRD Muba. Oleh Bambang, uang tersebut kemudian dibagikan kepada 33 anggota DPRD Muba yang masing-masing menerima Rp 50 juta, lalu kepada 8 Ketua Fraksi yang masing-masing menerima Rp 75 juta, dan kepada 4 unsur pimpinan DPRD Muba (Ketua dan wakil ketua DPRD Muba) yang masing-masing menerima Rp 100 juta,” ungkapnya.
Dilanjutkannya, kemudian pada tanggal 4 April 2015 atau ketika akan dilakukan penandatangan berita acara pengesahan APBD, kedua terdakwa kembali memberikan uang tambahan, Rp 200 juta untuk 4 unsur pimpinan DPRD Muba yang masing-masing pimpinan menerima Rp 50 juta.Setelah uang tersebut diberikan maka APBD Muba tahun 2015 disahkan di DPRD. Namun, pada bulan Juni 2015 atau saat akan dilakukan pengesahan LKPJ 2014, terdakwa Syamsudin Fei dan Faisyar kembali memberikan uang tahap kedua kepada DPRD Muba sebesar, Rp 2.560.000.000. Uang ini diberikan terdakwa, karena
seluruh anggota DPRD akan mengeluarkan hak interplasi jika uang tersebut tidak diserahkan,” ujarnya.Untuk uang tahap kedua tersebut, Kata Parlas Nababan,
merupakan sumbangan dari Kepala Dinas PUBM sebesar Rp 2 miliar, Kepala Dinas PUCK sebesar Rp 500 juta, Kepala Dinas Pendidikan Muba Rp 25 juta dan dari terdakwa Faisyar sebesar Rp 25 juta.
Uang itu dikumpulkan terdakwa berdasarkan perintah Bupati Muba ‘PA’. Setelah uang terkumpul, pada tanggal 19 Juni 2015 pukul 21.00 WIB, terdakwa Syamsudin Fei dan Faisyar mengantarkan uang tersebut di kediaman Bambang Kariyanto Jalan Sanjaya Kecamatan Alang-Alang Lebar Palembang. Setelah uang diterima, para terdakwa tertangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK,” tegasnya.
Menurutnya, bukan hanya uang tahap satu dan tahap dua yang telah diberikan kedua terdakwa kepada DPRD Muba. Karena dari fakta persidangan, kedua terdakwa juga telah memberikan sejumlah uang melalui Bambang Kariyanto kepada sejumlah anggota DPRD Muba dalam rangka pengesahan APBD dan LKPJ.
Mereka yakni, Abu Sari Rp 25 juta, Islan Hanura Rp 10 juta, Iin Pebrianto Rp 20 juta, Depy Irawan Rp 10 juta, dan Iwan Aldes Rp 5 juta. Dari fakta yuridis inilah maka Majelis Hakim menilai jika terdakwa Syamsudin Fei dan Faisyar terbukti
telah memberikan uang suap kepada DPRD Muba untuk pengesahan LKPJ 2014 dan APBD Muba 2015,” ungkapnya.
Setelah mendengarkan vonis yang dibacakan Majelis Hakim di persidangan, terdakwa Syamsudin Fei dan Faisyar serta JPU KPK sama-sama menyatakan fikir-fikir.
Karena kedua terdakwa dan JPU menyatakan fikir-fikir, dengan ini Majelis Hakim memberi waktu satu minggu untuk mengambil sikap, apakah kedua terdakwa menerima vonis atau akan melakukan banding,” tandas Ketua Majelis Hakim Parlas Nababan sembari menutup persidangan.
Usai persidangan Jufri Taufiq kuasa hukum Syamsudin Fei, mengaku kaget terkait vonis Majelis Hakim yang hukumannya lebih berat dari tututan JPU KPK.
Selama saya menjadi kuasa hukum kasus Tipikor di KPK, baru kali ini saya alami kejadian seperti ini. Apalagi, hakim menolak status Justice Collaborator terdakwa yang telah ditetapkan pimpinan KPK yang artinya, KPK dan Majelis Hakim berbeda pandangan. Meskipun demikian, kita akan pelajari putusan hakim untuk mengambil langkah hukum selanjutnya. Karena kita kan masih memiliki waktu satu minggu untuk fikir-fikir,” ujarnya.
Nurmala kuasa hukum Faisyar menambahkan, pihaknya merasa shock atas putusan hakim yang lebih berat dari tuntutan JPU KPK. “Tapi, kita pelajari dulu, barulah nanti kita ambil sikap untuk banding atau menerim vonis hakim tersebut,” tutupnya.
Sedangkan JPU KPK yang diketuai Ali Fikri mengungkapkan, terkait tak sependapatnya Majelis Hakim dengan pimpinan KPK soal status ‘Justice Collaborator’ kedua terdakwa. Hal itu merupakan hal yang wajar. Tapi, pada intinya hakim dan JPU sependapat dengan pasal yang dijeratkan kepada kedua terdakwa.
Apalagi dalam vonis Majelis Hakim terbukti ada pemberian dan penerimaan uang suap, baik uang tahap pertama, uang tambahan Rp 200 juta, dan uang suap tahap kedua yang menjadi barang bukti, serta uang yang telah diberikan kepada sejumlah anggota DPRD yakni
Abu Sari, Islan Hanura, Iin Pebrianto, Depy Irawan, dan Iwan Aldes. Jadi, unsur memberi suap dan menerima suap terbukti dalam perkara ini,” katanya.
Masih dikatakannya, selain kedua terdakwa dan kuasa hukum yang menyatakan fikir-fikir atas vonis Majelis Hakim. Dalam perkara tersebut pihaknya selaku JPU KPK juga menyatakan fikir-fikir. “Putusan hakim kita pelajari dulu, yang tujuannya untuk mempersiapkan langkah hukum apabila kedua terdakwa nantinya mengajukan banding,” pungkasnya. (ded)


