
MIRIS sekali itulah namanya, untuk kondisi eksplorasi batubara di Lahat. Sudah bahan galian diambil, tetapi imbal balik untuk daerah setempat sangat minim.
Di balik protes berkepanjangan dengan tambang batubara, truk batubara yang melewati jalan raya, kemacetan yang tak henti, banyaknya kecelakaan, ternyata pajak dari tambang tersebut sebagian tak masuk ke Lahat.
Hal ini terungkap dari perbincangan antara penulis dengan Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Sumsel dan Babel Samon Jaya. Ternyata, banyaknya pemilik perusahan tambang batubara yang eksplorasinya di Lahat, tetapi alamat perusahaan dan pengusahanya di Jakarta. Ini membuat pajak yang dipungut dari perusahan tersebut tidak masuk ke Kabupaten Lahat.
Tentu ini sangat disayangkan, karena dengan keberadaan para pengusaha tambang tersebut di Jakarta, maka pajak perusahaan tambang batubara disetorkan para pengusaha ini ke Ditjen Pajak Jakarta.
Rakyat Lahat, pengambil keputusan di Sumsel, dan pejabat terkait Lahat harusnya memprotes kondisi ini. Bagaimana caranya agar income dari pengerukan bahan tambang tersebut, warga Lahat bisa menikmatinya.
Memang Kantor Wilayah Ditjen Pajak Sumsel dan Babel akan mengupayakan agar pajak tambang tersebut beralih ke Lahat, tetapi peran pemerintah setempat sangat diperlukan. Jangan sampai rakyat Lahat tak menikmati hasil dari banyaknya cadangan batubara di Bumi Seganti Setungguan tersebut.
Entahlah bagaimana pengaturan dan cara pemberian izin dan koordinasi selama ini, hingga eksplorasi tambang batubara di Lahat seolah selalu menuai kontroversi.
Karena semuanya sudah terjadi, tambang sudah digali, sistem jual beli sudah terjadi, hendaknya semuanya duduk satu meja dan membicarakan ini dengan baik. Utamakan kepentingan rakyat Lahat dan Sumsel. Jangan sampai warga Lahat hanya jadi penonton dari banyaknya batubara yang digali. (***)


