


Jakarta – Beberapa kepala daerah (petahana) mengajukan pengunduran diri menjelang pendaftaran Pilkada 26-27 Juli. Hal ini dilakukan untuk mensiasati UU Pilkada yang melarang keluarga petahana mencalonkan diri. Wakil ketua komisi II asal Demokrat Wahidin Halim menyoroti perlu ada regulasi tegas mencegah fenomena tersebut.
“Memang ada syahwat kekuasaan di mana ini menjadi keprihatinan nasional, bahwa dalam politik cenderung kekuasaan itu ditradisikan turun menurun. Ini jadi gugatan masyarakat banyak,” kata Wahidin Halim sebelum rapat di komisi II gedung DPR, Jakarta, Selasa (23/6/2015).
Wahidin mengatakan, sebetulnya Undang-Undang tentang Pilkada dan Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang baru disahkan DPR, sudah melarang keluarga petahana mencalonkan diri. Namun ternyata UU itu disiasati dengan pengunduran diri agar tak disebut ‘petahana’.
“UU syaratkan cegah politk dinasti dengan buat norma-norma yang paling tidak mengurangi kecederungan syahwat kekuasaan dari saudara-saudara kita yang membangun tradisi politik,” ujar mantan Walikota Tangerang itu.
“Tapi Undang-Undang, peraturan, termasuk kaidah-kaidah, saya kira apapun bisa disiasati kalau orang mau siasati,” imbuhnya.
Karenanya menurut Wahidin, terkait pengunduran diri kepala daerah untuk memuluskan politik dinasti dalam Pilkada 2015, perlu mendapat ketegasan dari DPRD dan Kemendagri agar menolak pengunduran diri kepala daerah bersangkutan.
“Pengunduran dirinya sudah dapat persetujuan DPRD belum? Kita akan minta (tanya) ke KPU nanti. Kemendagri sudah menyatakan menolak (permohonan pengunduran diri),” tegas politisi Demokrat itu.
(bal/erd)



