

Palembang, SN
Wakil Ketua I DPRD Muba ‘D’ yang juga salahsatu tersangka kasus dugaan suap pengesahan LKPJ Kepala Daerah Muba tahun 2014 dan pengesahan APBD Muba tahun 2015, Jumat (16/10)
mengaku tidak menerima uang suap tapi hanya meminta uang pribadi kepada Bupati Muba, ‘PA’ dan kepada Kepala BAPPEDA Muba, Faisyar.
Hal itu diungkapkan ‘D’ saat menjadi saksi terdakwa Syamsudin Fei (Kepala DPPKAD), Faisyar (Kepala BAPPEDA), Bambang Kariyanto, dan Adam Munandar (anggota DPRD Muba) dalam sidang kasus dugaan suap pengesahan LKPJ Kepala Daerah Muba tahun 2014 dan pengesahan APBD Muba tahun 2015 di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Kelas I A Palembang.
“Saya tidak menerima uang suap, baik yang Rp 100 juta maupun yang Rp 50 juta. Kalau hanya permintaan secara pribadi kepada bupati dan Faisyar (terdakwa) memang ada,” katanya dalam persidangan.
Selain itu, ‘D’ juga mengaku jika ia tidak mengetahui kasus dugaan suap pengesahaan LKPJ dan APBD, serta uang konsisten yang diminta DPRD Muba kepada Pemkab Muba.
“Soal kasus dugaan LKPJ dan ABPD saya tidak tahu. Saya tahunya, dari pemberitaan di media,” ujarnya.
Dikarenakan saksi ‘D’ tetap tidak mengaku menerima uang suap, dan tak mengetahui soal kasus LKPJ dan APBD Muba, hingga membuat Jaksa Penuntut Umum KPK memutarkan barang bukti percakapan-percakapan, antara ‘D’ dan terdakwa Faisyar melalui handphone yang berhasil disadap penyidik KPK.
Dalam percakapan tersebut, persis di detik ke 57, ‘D’ mempertanyakan kepada Faisyar terkait eksekusi uang. ‘Katonyo besok eksekusinyo, ado nian apo idak? Jangan digabungi samo anggota, tolong diomongi’. Selain itu, dalam percakapan tersebut, ‘D’ juga menyampaikan beberapa hal kepada terdakwa Faisyar yakni: ‘Yo untuk yang pimpinan dipisah, Kalau untuk uang ketok, cakmno’.
Setelah mendengarkan barang bukti percakapan tersebut, saksi ‘D’ masih tetap berkeras tidak menerima uang suap.
“Kalau pembicaraan ditelpon itu, saya minta uang ke Faisyar. Uang pribadi, bukan uang suap. Terkait yang saya katakan ditelpon, ‘jangan digabungi anggota dan yang pimpinan dipisah’. Maksudnya, uang pribadi yang saya pinta ke Faisyar, jika ada untuk saya, ya dipisah dengan anggota DPRD lainnya,” ungkapnya.
Dalam persidangan tersebut, saksi ‘D’ juga membantah ketika jaksa mencecarnya terkait kesaksian Bupati Muba ‘PA’ yang dalam persidangan sebelumnya, bupati mengungkapkan ‘D’ mempertanyakan uang suap agar segera diserahkan.
Dimana dalam persidangan sebelumnya, bupati mengatakan, jika ‘D’ sempat menagih kepadanya tentang uang konsisten pengesahan LKPJ dan APBD.
“Saat itu saya bertemu ‘D’ di rumah makan di Betung. Dikatakan ‘D’, kalau mau jabatan saya sebagai bupati aman maka saya harus berikan uang suap yang diminta DPRD Muba,” kata ‘PA’ dalam persidangan sebelumnya.
Menanggapi hal itu, ‘D’ mengutarakan, ketika dirinya bertemu dengan bupati di rumah makan tersebut, ia hanya meminta uang pribadi ke bupati.
“Saya hanya minta uang pribadi ke bupati, bukan uang suap LKPJ dan APBD itu,” ujarnya.
Lagi-lagi, saksi ‘D’ kembali membantah saat jaksa menegaskan, apakah dirinya menerima uang suap tahap pertama Rp 100 juta dari Bambang Kariyanto, serta uang tambahan untuk pimpinan DPRD Muba yang masing-masing menerima Rp 50 juta, yang uangnya ketika itu diserahkan oleh Wakil Ketua II DPRD Muba ‘IH’ (tersangka) saat pertemuan di parkiran Hotel Swarna Dwipa Palembang.
“Saya tetap kepada kesaksian saya, saya tidak menerima uang suap. Baik Rp 100 juta, maupun Rp 50 juta,” ujarn saksi ‘D’.
Kemudian, Mejis Hakim yang diketuai Parlas Nababan meminta tanggapan kepada terdakwa untuk kesaksian dari ‘D’.
Terdakwa Syamsudin Fei yang pertama memberikan tanggapan. Dikatakannya, jika ‘D’ sudah tiga kali melakukan tekanan kepada Pemkab Muba terkait permintaan uang untuk pengesahan LKPJ dan APBD di DPRD Muba.
“Kesaksian ‘D’ itu salah yang mulia Majelis Hakim. ‘D’ itu, tahu soal kasus dugaan ini bahkan sudah tiga kali kami ditekannya, agar kami menyerahkan uang suap itu,” tegas Syamsudin Fei.
Mendengar tanggapan tersebut membuat ‘D’ naik pitam, dan langsung berdiri dari kursi pesakitan persidangan sambari membantah keterangan Syamsudin Fei.
“Saya tidak pernah menekan, kalau saya menekan silakan laporkan saya ke polisi,” tegasnya protes.
Melihat kejadian itu, Majelis Hakim dan JPU langsung meredakan suasana. Dan memerintakan ‘D’ agar kembali duduk di kursi.
Sementara terdakwa Faisyar, mengungkapkan, kesaksian ‘D’ tidak lah benar karena percakapan ditelpon antara ia dan ‘D’ yang disadap KPK, ‘D’ mempertanyakan eksekusi pemberian uang suap konsisten dari Pemkab Muba ke pada DPRD Muba.
“Salah kesaksian ‘D’ tersebut, percakapan itu benar soal uang suap. ‘D’ mempertanyakan uang suap itu. Jujur, sebenarnya saya sangat sedih, karena dalam kasus dugaan ini, saya berjuang untuk membangun Muba Pak Hakim,” katanya.
Sedangkan, terdakwa Bambang Kariyanto mengungkapkan, saksi ‘D’ menerima uang suap tahap pertama yakni, Rp 100 juta dan uang tambahan Rp 50 juta.
“Ketika itu saksi ‘D’ menelpon saya agar uang bagiannya Rp 100 juta diserahkan ke rumahnya. Lalu, saya perintahkan Ridwan alias Iwan mengantarkan uang itu. Sedangkan uang tambahan Rp 50 juta Itu berasal dari uang tambahan Rp 200 juta yang telah saya berikan kepada ‘IH’ (tersangka), saat di Hotel Swarna Dwipa. Dimana untuk empat pimpinan DPRD Muba menerima masing-masing Rp 50 juta, bahkan keterangan dari ‘IH’ jika ‘D’ telah menerima bagiannya,” paparnya.
Usai mendengarkan tanggapan dari terdakwa, hakim kemudian menghadirkan Ridwan alias Iwan di persidangan untuk mengkonfrontir kesaksian ‘D’.
Namun, sayangnya dimuka persidangan Iwan belum bisa menyampaikan kesaksiannya, terkait uang Rp 100 juta yang telah diserahkannya kepada saksi ‘D’.
Dikatakan Ridwan alias Iwan, ia baru dapat mengungkapkan kesaksiannya apabila uang Rp 50 juta yang diberikan ‘IH’ di Hotel Swarna Dwipa terungkap dalam persidangan.
“Karena saksi ‘D’ tidak mengakui telah menerima uang suap, baik yang Rp 100 juta maupun Rp 50 juta. Saya mohon yang mulia Majelis Hakim dan jaksa untuk mengungkap yang Rp 50 juta terlebih dahulu, barulah saya mau memberikan kesaksian tentang uang Rp 100 juta itu. Jujur, saya sangat berat, karena ‘D’ itu guru saya,” tandasnya.
Mendengar keterangan Ridwan alias Iwan, membuat Majelis Hakim Parlas Nababan marah dalam persidangan.
Dikatakan Parlas, persidangan tidak ada yang disudutkan melainkan untuk mencari kebenaran.
“Kalau mempersulit dan menghambat dalam mencari kebenaran proses saja. Dalam persidangan ini tidak ada yang dipojokan, dan tidak ada saksi yang dipaksakan. Kalau saksi berbohong hakim bisa salah dalam mengambil keputusan. Terlalu lama negara ini sudah sakit jadi harus ada saksi yang memiliki komitmen mengungkap kebenaran,” tegas hakim.
Kemudian hakim kembali meminta tanggapan kepada saksi ‘D’, apakah masih tetap dengan kesaksiannya, tidak menerima uang Rp 100 juta dan Rp 50 juta. Dikatakan ‘D’, jika kesaksianya tetap dan tidak akan berubah. “Saya tetap dengan kesaksian saya,” tutupnya.
Selain saksi ‘D’, dalam persidangan tersebut JPU menghadirkan dua Ketua Fraksi di DPRD Muba yakni, Ujang Amin dan Iin Pebrianto. Usai mendengarkan keterangan, Majelis Hakim menunda persidangan hingga minggu depan dengan agenda keterangan saksi lainnya.
JPU KPK Ali Fikri usai persidangan mengatakan, meskipun saksi ‘D’ mengaku tidak menerima uang suap tahap pertama sebesar, Rp 100 juta dan uang tambahan untuk pimpinan DPRD Muba masing-masih Rp 50 juta. Namun, dari kesaksian empat terdakwa dan pimpinan DPRD Muba lainnya mengakui penerimaan uang suap tersebut.
“Itu hak dari saksi untuk membantah, tapi kita memliki barang bukti dan keterangan saksi lainnya. Bahkan untuk uang Rp 200 juta dari terdakwa Bambang Kariyanto itu diserahkan Bambang kepada Wakil Ketua DPRD Muba ‘IH’ (tersangka). Dimana uang Rp 200 juta itu telah dibagikan ‘IH’ kepada pimpinan DPRD lainnya termasuk ‘D’, yang masing-masing menerima Rp 50 juta,” tandasnya. (ded)


