

PALI, KoranSN
Warga Desa Babat Kecamatan Penukal Kabupaten PALI menyesalkan kinerja Dinas Pertambangan Energi dan Lingkungan Hidup (Distamben LH) yang dinilai lamban terkait pencemaran lingkungan di desa mereka. Pasalnya, hingga saat ini Distamben LH belum juga mengeluarkan surat rekomendasi terkait dugaan pencemaran lingkungan yang diyakini akibat aktivitas PT Pertamina EP Asset 2 Field Adera.
Hal ini diungkapkan oleh Andre Yasandi (38) warga Desa Babat ketika dijumpai SN, Rabu (27/1/2016).
Sebagaimana diketahui, masyarakat Desa Babat Kecamatan Penukal Kabupaten PALI menuntut janji dari PT Pertamina EP Asset 2 Field Adera. Yang mana pada tahun 2014 lalu, sekitar bulan Desember di Desa Babat telah terjadi pencemaran lingkungan. Jumper minyak milik PT Pertamina Adera di Desa Babat merembes dan menyebabkan lahan sekitar dusun 6 Desan Babat dan Sungai Mangku terkontaminasi limbah B3 berupa crude oil atau sludge oil.
Informasi yang dihimpun SN, pada 30 September 2015 lalu, telah dibuat kesepakatan bersama antara masyarakat dan perusahaan di bidang migas tersebut agar melaksanakan reklamasi atau memulihkan lahan yang telah terkontaminasi, seluas 500 meter dan dilaksanakan pada tanggal 20 Oktober 2015. Namun kenyataannya, pihak perusahaan sampai saat ini belum melaksanakan reklamasi terhadap lahan yang tercemar tersebut.
Kondisi sekarang, sungai yang biasa digunakan untuk mandi dan cuci warga, sekarang tidak bisa digunakan lagi.
“Kemarin kami sudah bertemu dengan pak Haryono, mewakili Pertamina Adera, namun kata beliau pihak perusahaan belum melaksanakan reklamasi tersebut karena belum ada surat rekomendasi dari Dinas Pertambangan Energi dan Lingkungan Hidup (Distamben LH) kabupaten PALI,” beber Andre Yasandi.
Masih kata Andre, dalam kesepakatan bersama tersebut poin keempat, pihak perusahaan baru akan melaksanakan reklamasi jika ada surat rekomendasi dari Distamben LH.
“Ini ada apa, antara pihak perusahaan dengan Distamben LH. Kenapa sampai sekarang, Distamben LH belum mengeluarkan surat rekomendasi tersebut. Kan kasihan warga Desa Babat yang menanggung resikonya, hidup dengan lahan yang sudah tercemar dan sungai yang tidak bisa digunakan lagi,” kesal Andre.
Senada, Sapriawan (34) warga di desa yang sama juga mengeluhkan belum dilaksanakan reklamasi lahan di tempat tinggalnya.
“Kami sekarang susah galo dek, nak mandi samo nyuci bae aer saro. Lah setahun lebih ini kami cak ini, dak ado perubahan. Pihak terkait saling ngelemparke galo,” ujar Sapriawan.
Sementara itu, Miranda, Legal and Relationship PT Pertamina Adera ketika dihubungi SN via telpon mengaku masih menunggu surat rekomendasi dari Distamben LH Kabupaten PALI.
“Berdasarkan kesepakatan bersama kemarin, kami baru bisa mereklamasi lahan yang tercemar tersebut jika sudah ada surat rekomendasi dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi atau dari Distamben LH Kabupaten PALI, dan sampai hari surat tersebut belum juga kami terima,” ungkap Miranda.
Pihak perusahaan mengaku siap untuk melaksanakan reklamasi ketika surat rekomendasi tersebut keluar.
“Reklamasi kan harus memenuhi standar-standar lingkungan, jadi jika sudah keluar surat rekomendasi tersebut baru kami tahu apa saja yang akan kami lakukan dalam mereklamasi, seperti tidak boleh A atau tidak boleh B, sesuai dengan arahahan BLH,” kata Miranda.
Miranda menilai, pihak Distamben belum sempat mengeluarkan surat rekomendasi tersebut.
“Mungkin sibuk Distambennya, jadi belum mengeluarkan surat tersebut,” sambung Miranda.
Terpisah, Ir M. Saleh kepala Distamben LH Kabupaten PALI ketika ditemui awak media usai rapat paripurna DPRD Kabupaten PALI belum bisa memberikan keterangan.
“Besok saja datang ke kantor kalau ingin konfirmasi,” singkatnya. (ans)


